Warung Bebas

Sunday, November 11, 2012

Pesta Seks Kejutan


Hari itu adalah hari Minggu sebulan setelah peristiwaku di vila bersama Pak Imam dan Muklas ,selama ini aku belum ke sana lagi akibat kesibukan kuliahku. Hari Minggu itu aku pergi ke sana untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu Kiki dan Indah, kami semua adalah teman akrab di kampus, sebenarnya geng kami ini ada 4 orang, satu lagi si Ratna yang hari ini tidak bisa ikut karena ada acara dengan keluarganya. Ciuman Dewi Persik| Bokep Dewi Persik dan Ahmad Dani

Kami sama-sama terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks, Kiki dikaruniai tubuh putih mulus tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok berukuran 38B yang membuat pikiran kotor para cowok melayang-layang, beruntunglah mereka karena Kiki tidak sulit diajak ‘naik ranjang’ karena dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Indah mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah, bodynya pun tidak kalah dari Kiki walaupun payudaranya lebih kecil, namun dibalik wajah imutnya ternyata Indah termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok, sudah berkali-kali dia ganti pacar gara-gara sifat materenya. Sedangkan aku sendiri sepertinya kalian sudah tahulah cewek seperti apa aku ini dari cerita-ceritaku dulu. Cewek Bugil Striptis disini

Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Kiki protes karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa diajak, begitu juga Indah yang ikut mendukung Kiki karena pacarnya juga tidak boleh diajak.
“Emangnya lu ngundang siapa lagi sih Ni, masa si Chevy aja ga boleh ikutan ?” kata Indah
“Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa, wah gua kan cewek normal nih” timpal Kiki
“Udahlah, lu orang tenang aja, cowok-cowoknya nanti nyusul, pokoknya yang kali ini surprise deh ! dijamin kalian puas sampe ga bisa bangun lagi deh”
Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali ini lain dari yang lain, karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Imam dan Muklas.

Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Imam lewat telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah kujanjikan pada mereka dulu. Pak Imam tentu antusias sekali dengan acara kali ini, kami telah mengatur skenario acaranya agar seru. Beberapa jam kemudian kami sampai di villaku, Pak Imam seperti biasa membukakan pintu garasi, bola matanya melihat jelalatan pada kami terutama Kiki yang hari itu pakaiannya seksi berupa rok mini dan sebuah tank top merah berdada rendah sehingga payudaranya seakan mau keluar. Dia kusuruh keluar dulu sampai aku memberi syarat padanya, dia menunggunya di villa tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Muklas. Setelah membereskan barang bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Indah yang daritadi kelihatan letih terlelap lebih dulu. Kami bangun sore hari sekitar jam 4 sore.

“Eh…sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita berenang dulu yuk” ajakku pada mereka
Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan berjalan ke arah kolam dengan santainya
“Wei…gila lo Ni, masa mau berenang ga pake apa-apa gitu, kalo keliatan orang gimana ?” tegur Indah
“Iya Ni, lagian kan kalo si tua Imam itu dateng gimana tuh” sambung Kiki
“Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil aja ga berani, tenang aja Pak Imam udah gua suruh jangan ke sini sampai kita pulang nanti” bujukku sambil menarik tangan Kiki
Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga, setelah kutantang Kiki baru mulai berani melepas satu demi satu yang melekat di tubuhnya, aku membantu Indah yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke kolam tanpa memakai apapun.

Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai berkurang, kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan kimono.
“Ni, sekalian ambilin kita minum yah” pinta Kiki
Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.
“Ok, it’s the showtime” gumamku dalam hati, inilah saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila sebelah menyuruh Pak Imam dan Muklas segera kesini karena pesta akan segera dimulai.

“Iya neng, kita segera ke sana” sahut Muklas sambil menutup gagang telepon
Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.
“Wah udah ga sabaran nih, dari tadi cuma ngintipin neng sama temen-temen neng dari loteng” kata Pak Imam
“Pokoknya yang payudaranya gede itu buat saya dulu yah neng” ujar Muklas merujuk pada Kiki.
"Saya juga mau yang dadanya aduhai neng" lanjut Pak Imam
“Iya tenang, sabar, Pokoknya semua kebagian, ok” kataku “yang penting sekarang surprise buat mereka dulu”
Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk, akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Kiki. Aku berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air, disana Indah sedang tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Kiki masih berendam di air.

“Ki, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta tolong dikit nih” pintaku padanya “lu lap badan dulu gih, gua tunggu di sana”
Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Imam dan Muklas yang sudah kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu, kemaluan mereka sudah mengeras dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus. Tak lama kemudian Kiki memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.
“Kenapa Ni, ada perlu apa emang ?” tanyanya.
“Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok” jawabku dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka. Sebelum Kiki sempat membalikkan badan, sepasang lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Kiki yang terkejut tentu saja meronta-ronta , namun pemberontakkan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.

Pak Imam dengan gemas meremas payudara kirinya dan memilin-milin putingnya. Si Muklas berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Kiki.
“Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng” komentar Muklas sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Kiki, diperlakukan seperti itu Kiki cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan tertahan karena bekapan Pak Imam begitu kokoh.
“Hei, jangan rakus dong Klas, dia kan buat Pak Imam, tuh jatahlu masih nunggu di luar sana” kataku padanya
Mengingat kembali sasarannya semula, Muklas menurunkan kembali kaki Kiki dan bergegas menuju ke kolam.
“Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan gara-gara lu” godaku

Setelah Muklas keluar tinggallah kami bertiga di kamarku. Pak Imam langsung menghempaskan dirinya bersama Kiki ke ranjang spring bed-ku. Tak berapa lama terdengarlah jeritan Indah dari kolam, aku melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Indah terpelanting dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Muklas. Dia berhasil berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Muklas, tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.
“Jangan…tolong !!” jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Muklas
Muklas dengan santai membawa Indah ke tepi kolam, lalu dilemparnya ke air, setelah itu dia ikutan nyebur. Dia air Indah terus berontak saat Muklas menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun Indah tentu saja bukan tandingan Muklas yang sudah kesurupan itu. Perlawanan Indah mengendur setelah Muklas mendesaknya di sudut kolam, riak di kolam juga mulai berkurang. Tidak terlalu jelas detilnya Muklas menggerayangi tubuh Indah, tapi aku dapat melihat Muklas memeluk erat Indah sambil melumat bibirnya.

Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya untuk kembali lagi pada situasi di kamarku. Aku lalu menghampiri Pak Imam dan Kiki untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Indah, Kiki juga menjerit-jerit, namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Imam. Waktu aku menghampiri mereka Pak Imam sedang menjilati paha mulus Kiki sambil kedua tangannya masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Kiki.
“Aduh Ni…tega-teganya lu nyerahin kita ke orang-orang kaya gini…ahhh !!” kata Kiki ditengah desahannya
“Tenang Ki, ini baru namanya surprise, sekali kali coba produk kampung dong” kataku seraya melumat bibirnya

Aku berpagutan dengan Kiki beberapa menit lamanya. Jilatan Pak Imam mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara Kiki secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok vaginanya. Desahan Kiki tertahan karena sedang berciuman denganku, tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.
“Hhhmmhh…tetek Neng Kiki ini gede juga ya, lebih gede dari punya Neng” kata Pak Imam disela aktivitasnya.
Memang sih diantara kami bereempat, payudara Kiki termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML dengannya paling tergila-gila mengeyot benda itu atau mengocok penis mereka diantara himpitannya. Pak Imam pun tidak terkecuali, dia dengan gemas mengemut susunya, seluruh susu kanan Kiki ditelan olehnya dan Pak Imam juga mengocok penisnya diantara himpitan payudara montok Kiki….ach..aach..desah Kiki yang sangat menikmati kocokan penis di payudaranya.

Puas menetek pada Kiki, Pak Imam bersiap memasuki vagina Kiki dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya diantara kedua belah paha Kiki dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.
“Ouch…sakit , duh kasar banget sih babu lu” Kiki meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Imam mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu
“Tahan Ki, ntar juga lu keenakan kok, pokoknya enjoy aja” kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat disedot Pak Imam.
Pak Imam menyodokkan penisnya dengan keras sehingga Kiki pun tidak bisa menahan jeritannya, Kiki kelihatan mau menangis nampak dari matanya yang sedikit berair.Pak Imam mulai menggarap Kiki dengan genjotannya. Aku merasakan tangan Kiki menyelinap ke bawah kimonoku menuju selangkangan, eennghh…aku mendesah merasakan jari-jari Kiki menggerayangi kemaluanku.

Aku lalu naik ke wajah Kiki berhadapan dengan Pak Imam yang sedang menggenjotnya. Kiki langsung menjilati kemaluanku dan Pak Imam menarik tali pinggang kimonoku sehingga tubuhku tersingkap. Dengan terus menyodoki Kiki, dia meraih payudaraku yang kiri, mula-mula dibelainya dengan lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkramnya sampai aku meringis menahan sakit. Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak langsung mencaplok payudaraku, tetapi hanya menjulurkan lidahnya untuk menjilati putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Kiki pada vaginaku membuat daerah itu semakin becek, bukan cuma itu saja Kiki juga mengorek-ngoreknya dengan jarinya.

Aku mendesah tak karuan marasakan jilatan dan sedotan pada klistoris dan putingku. Ciuman Pak Imam merambat naik dari dadaku hingga hinggap di bibirku, kami berCiuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan nafasnya yang bau rokok, lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami bercampur baur.
“Aahh…oohh…gua dah mau…Pak !!” erang Kiki bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.
Melihat reaksi Kiki, Pak Imam semakin memperdahsyat sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri tidak merasa akan segera menyusul Kiki, dibawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan aku dan Kiki mencapai klimaks, tubuh kami mengejang hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Kiki. Erangan kami memenuhi kamar ini membuat Pak Imam semakin liar.

Setelah aku ambruk ke samping, Pak Imam menindih Kiki dan mulai menciuminya, dijilatinya cairan cintaku yang blepotan di sekitar mulut Kiki, tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.
“Hhmmpphh…sluurrpp…cup…cup…” demikian bunyinya saat mereka bercipokan, lidah mereka saling membelit dan bermain di rongga mulut masing-masing. Pak Imam cukup pengertian akan kondisi Kiki yang mulai kepayahan, jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan tenaga dulu. Dan kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati proses pencoblosan itu.

Permainan Pak Imam sungguh membuatku terhanyut, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun. Tiba-tiba suara desahan Kiki terdengar lagi menjari sahut menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan, bedanya aku dikocok dengan penis sedangkan Kiki dikocok dengan jari-jarinya. Kiki membuka pahanya lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Imam bermain lebih leluasa.
“Aduhh…aahh…gila Ki…enak banget !!” ceracauku sambil merem-melek
“Oohh…terus Pak…kocok terus” Kiki terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking terangsangnya.

“Yak…dikit lagi…aahh…Pak…udah mau” aku mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks
“Neng Nia…Neng Kiki…bapak juga…mau keluar…eerrhh” geramnya dengan mempercepat gerakkannya.
Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku, tubuhku berkelejotan seperti kesetrum. Kemudian dia lepaskan penisnya dari vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Kiki berlutut dan mengoral penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Kiki berlutut mengemut penis basah itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum tuntas. Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Kiki menikmati penis Pak Imam. Kiki mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling berbagi menikmati ‘sosis’ itu.

Di tengah kulumannya mendadak Kiki merintih tertahan, tubuhnya seperti menggigil, dan kulihat ke bawah ternyata dari vaginanya mengucur cairan bening hasil masturbasinya sendiri. Disusul beberapa detik kemudian, Pak Imam mencabut penisnya dari mulutku lalu mengerang panjang. Cairan kental berbau khas memancar dengan derasnya membasahi wajah kami. Kami berebutan menelan cairan itu, penis itu kupompa dalam genggamanku agar semuanya keluar, nampak pemiliknya mendesah-desah dan kelabakan
“Sabar, sabar dong neng, bisa putus kontol bapak kalo rebutan gini” katanya terbata-bata
Setelah tidak ada yang keluar lagi Kiki menjilati sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk kecapaian, wajah Pak Imam jatuh tepat di dada Kiki.

Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul lagi. Maka kutinggalkan mereka untuk melihat keadaan Indah dan Muklas. Aku tiba di kolam melihat Muklas sedang menggarap tubuh mungil Indah. Di daerah dangkal Indah dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Muklas dari bawahnya juga dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Indah. Kedua payudara Indah bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini membuat para cowok di kampusku sirik pada Muklas yang buruk rupa tapi bisa ngentot dengan gadis seimut itu.
“Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde nih ?” sapaku
“Edan Ni…gua sampe klimaks tiga kali…aahh !!” desah Indah tak karuan
“Neng….temennya enak banget, udah cantik, memeknya seret lagi” komentar Muklas sambil terus menggenjot.

Indah tak kuasa menahan rintihannya setiap Muklas menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Muklas menyelinap lewat ketiak sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Indah naik turun berkali kali mengikuti gerakan Muklas. Jeritannya makin menjadi-jadi hingga akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme, beberapa saat tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah menaklukkan Indah, Muklas memanggilku yang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri menonton adegan mereka.
“Sini neng, mendingan dipuasin pake kontol saya aja daripada ngocok sendiri”

Akupun turun ke air yang merendam sebatas lutut kami, disambutnya aku dengan pelukannya, tangannya mengelusi punggungku terus turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih kemaluannya.
“Gila nih kontol, masih keras juga…udah keluar berapa kali tadi ?” tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih ‘lapar’ itu.
“Baru sekali tadi…abis saya masih nungguin neng sih” godanya saambil nyengir.
Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh. Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, disebelah Indah yang terkapar, dia merapatkan badannya diantara kedua kakiku yang tergantung.

Dia mulai menciumiku dari telinga, lidah itu menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon dengan mengulum lidahnya. Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku, tangan kanan Muklas ikut menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir kemaluanku, dia menekannya ke dalam, mulutku menggumam tertahan karena sedang berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika Muklas mengehentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit dan mendesah sejadi-jadinya.

Kalau dibandingkan dengan Pak Imam, memang sodokan Muklas lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih berisi daripada Pak Imam yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu. Di tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga…ternyata si Kiki, dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela, tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel pada kaca jendela, mulutnya tampak mengap-mengap atau terkadang meringis, sungguh suatu pemandangan yang erotis. Adegan itu ditambah serangan Muklas yang makin gencar membuatku makin tak terkontrol, pelukanku semakin erat sehingga dadaku tertekan di dadanya, kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang hal ini. Muklas memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau keluar.

Susah payah aku bertahan agar bisa klimaks bersama, setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas sesuatu yang daritadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di sekujur tubuhku, otot-ototku mengejang, tak terasa kukuku menggores punggungnya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa, begitu juga Muklas yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Kiki dan Pak Imam sudah tak nampak lagi, di sisi lain Indah yang sudah pulih merendam dirinya di air dangkal untuk membasuh tubuhnya.

Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa diantara kami tertidur. Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Indah, filenya akan disimpan dalam komputer Indah untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep Itenas. Kami duduk melingkar di ranjang, Pak Imam dan Muklas kusuruh menjauh dan kularang menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah, mereka menunggu hanya dengan memakai kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri Aku mulai membagikan kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, setelah akhirnya Kiki melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya, dia kalah. Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Kiki.

Kiki sempat berontak, tapi berhasil dilumpuhkan mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya. Muklas menyusupkan tangannya ke kimono Kiki meraih payudaranya yang tak memakai apa-apa di baliknya. Pak Imam menyerang dari bawah dengan merentangkan lebar-lebar kedua paha Kiki dan langsung membenamkan kepalanya pada kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu. Perlakuan ini membuat rontaan Kiki terhenti, kini dia malah mengelus-elus penis Muklas yang menegang sambil memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Imam dan dadanya diremas Mulkas. Aku melihat lidah Pak Imam menjalar jari belahan bawah hingga puncak kemaluan Kiki, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Kiki tidak tahan lagi, dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Muklas ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim. Event menarik itu tidak dilewatkan Indah dengan kamera-HP nya.

Kiki terengah-engah melayani penis super Muklas, sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya, rasa malunya hilang digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Indah sebagai juru kameranya. Pak Imam yang baru saja melepaskan kolornya menggesek-gesekkan benda itu ke payudara Kiki, sebagai pemanasan sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Kiki terpampang begitu Muklas menarik lepas tali pinggang pada kimononya, sesosok tubuh yang putih mulus serta terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras tapi menggairahkan. Pak Imam mempergencar rangsangannya dengan menCiumi batang kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Kiki yang sudah kesurupan ‘setan seks’ itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu

“Ahhh…awww…Pak enak banget….masukin aja sekarang !!” rintihnya manja sambil meraih penis Pak Imam yang masih bergesekan dengan bibir vaginanya.
Pak Imam pun mendorong penis itu membelah kedua belahan kemaluan Kiki diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai aku dibuat merinding mendengarnya. Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik kimono dan meremasnya dengan tanganku, tangan yang satu lagi turun menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku, Indah yang juga sudah horny sesekali mengelus kemaluannya sendiri. Kiki nampak sangat liar, kemaluannya digenjot dari depan, dan Muklas yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan Muklas, lalu melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal ini menyebabkan Kiki tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada penis Muklas.

Serangan Pak Imam pada vagina Kiki semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat
“Aaakhhh…aahhh !!” jerit Kiki dengan melengkungkan tubuhnya ke atas
Kiki telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan Pak Imam yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga direkam oleh Indah, difokuskan terutama pada wajah Kiki yang sedang orgasme. Tanpa memberi istirahat, Muklas menaikkan Kiki ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Kembali vagina Kiki dikocok oleh penis Muklas. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Muklas. Muklas yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Kiki menikmati pijatan kemaluannya. Pak Imam mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari kedua payudara Kiki secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh membasahi selangkangan dan jari-jariku.

Bosan dengan gaya berpangkuan, Muklas berbaring telentang dan membiarkan Kiki bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia menyuruh Indah naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Indah yang daritadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa ragu-ragu. Seluruh wajah Muklas tertutup oleh daster transparan Indah, namun aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan tangannya dari bawah daster menuju payudaranya. Pak Imam yang anunya sudah mulai bangkit lagi menerkamku, kami berguling-guling sambil berCiuman penuh nafsu. Dengan tetap berCiuman Pak Imam memasukkan penisnya ke vaginaku, cairan yang melumuri selangkanganku melancarkan penetrasinya. Dengan kecepatan tinggi penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan tangannya menggerayangi payudaraku, mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.

Aku melihat Muklas masih berasyik-masyuk dengan kedua temanku, hanya kali ini Indah sudah bertukar posisi dengan Kiki. Sekarang mereka saling berhadapan, Indah bergoyang naik turun diatas penis Muklas sambil berCiuman dengan Kiki yang mekangkangi wajah Muklas. Kiki membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir, cairan itu diseruput dengan rakus oleh si Muklas sampai terdengar suara sluurrpp…. sshhrrpp…Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, dia tekan sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam menghayati setiap detik klimaks tersebut, tubuhku menggelinjang dan berteriak tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali. Pesta gila-gilaan ini berakhir sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Imam menumpahkan maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Kiki sudah terkapar lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya, dari pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang mengalir bak mata air.

Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat Muklas menyodok memek Kiki tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Kiki maupun tubuhku yang sudah lengket oleh sperma. Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Indah yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Indah untuk membangunkannya.
“Gimana Dah…puas semalem ?” tanyaku
“Gila gua dientotin sampe kelenger , barbar banget tuh dua orang, eh…omong-omong pada kemana yang lain si Kiki juga ga ada ?”
“Ga tau juga tuh gua juga baru bangun kok, duh lengket banget mandi dulu yuk…udah lengket gini” ajakku karena merasa tidak nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku, rasanya seperti ada sarang laba-laba menempel di sana.

Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah terdengar suara desahan, kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi. Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu, kami tengok ke dalam dan melihat Kiki dan kedua penjaga villa itu. Darahku berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami, dimana Kiki sedang dikerjai oleh mereka di lantai kamar mandi. Muklas sedang enak-enaknya mengocok senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Imam berlutut diantara paha jenjang itu sedang menyetubuhinya, air dan sabun membuat tubuh mereka basah berkilauan. Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka terkejut, mereka malah menyapa kami sambil terus ‘bekerja’. Aku dengan tidak terlepas dari live show itu berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku diikuti Indah dari belakang. Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh kami, kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh Indah. Demikian juga Indah dia melakukan hal yang sama padaku, kami saling menyabuni satu sama lain.

Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing, suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.
“Uuhh...Ni !!” dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.
Tangan Indah yang lembut juga mengelusi punggungku lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir makin cepat ditambah lagi adegan panas Kiki dengan kedua pria itu membuatku makin naik. Indah mendekatkan wajahnya padaku dan menCium bibirku yang terbuka karena sedang mendesah, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian aku memutar badanku membelakangi Indah supaya bisa lebih nyaman menonton Kiki.

Aku melihat wajah horny Kiki yang cantik, dia meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Imam pada vaginanya, sementara Muklas hampir mencapai orgasmenya, dia semakin cepat menggesek-gesekkan penisnya diantara gunung kembar itu, tangannya pun semakin keras mencengkram daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan. Akhirnya menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Kiki. Mataku tidak berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Indah pada daerah sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet dan dipilin hingga makin menegang, tangan kirinya meraba-raba selangkanganku. Perbuatan Indah yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku orgasme, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.

Aku masih menikmati jari-jari Indah bermain di vaginaku ketika Muklas yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Kiki berjalan ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda. Lalu aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku. Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku bukan lagi tangan Indah tapi penis Muklas yang sudah bangkit lagi. Kembali aku disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Indah dari belakang. Tubuhku seolah terbang tinggi, wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan nikmat yang tak terkira.

Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar mandi. Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Indah dan Kiki keluar dari kamar terlebih dulu meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama juga aku dikamar gara-gara sibuk mencari alat charge HP-ku yang ternyata kutaruh di lemari meja rias. Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan dan ya ampun...ternyata mereka sedang bermain ‘short time’ sambil menungguku.

Indah yang celana panjang dan dalamnya sudah dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil, Pak Imam menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka. Sementara di pintu mobil, Kiki berdiri bersandar dengan baju dan rok tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Muklas yang berjongkok di bawahnya. Celana dalamnya tidak dibuka, Muklas menjilati kemaluannya hanya dengan menggeser pinggiran celana dalamnya, tangannya turut bekerja meremasi payudara dan pantatnya.
“Weleh...weleh...masih sempat-sempatnya lu orang, asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita” kataku sambil geleng-geleng kepala.
“Tengan neng ga usah buru-buru, masih pagi kok, ini cuma sebentar aja kok” tanggap Pak Imam dengan terengah-engah

Akhirnya setelah 15 menitan Pak Imam melepas penisnya dan memanggilku untuk bergabung dengan Indah menjilatinya. Aku tadinya menolak karena tak ingin make upku luntur, tapi karena didesak terus akhirnya aku berjongkok di sebelah Indah.
“Tapi kalo keluar lu yang isep ya Dah, ntar muka gua luntur” kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil mengulum benda itu
Sesuai perjanjian tidak lama kemudian Pak Imam menggeram dan cepat-cepat kuberikan penis itu pada Indah yang segera memasukkan ke mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Indah, Indah sendiri sedang menyedot sperma dari batang itu, sepertinya yang keluar tidak banyak lagi soalnya Indah tidak terlalu lama mengisapnya.
“Yuk cabut, udah ga haus lagi kan Dah ?” ujar Kiki yang sudah merapikan kembali pakaiannya.
Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si Ratna yang hari ini absen.


Lonte ataupun Cewek Jablay Seperti aku juga Pake Whatsapp. Gmn dengan kalian? Gabung disini bersamaku http://goo.gl/8QpGp <=Klik untuk melihat

Petualangan Villa Cinta


Pagi-pagi benar handphone-ku sudah bunyi. Aku sedikit kesal dan malas bangun dari tempat tidurku. Tapi bunyinya itu tidak kurang keras, aku malah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya aku paksakan juga berdiri dan lihat siapa yang call aku pagi-pagi begini. Eh, tidak tahunya temanku Vivie. Aku sedikit ketus juga menjawabnya, tapi langsung berubah waktu aku tahumaksudnya. Si Vivi mengajakku ikut bareng cowoknya ke vilanya tidak terlalu jauh dari tempatku.Aku sih setuju sekali sama ajakan itu, terus aku tanya, apa aku boleh ajak cowokku. Si Vivi malah tertawa, katanya ya jelas dong, memang harusnya begitu. Rencananya kami bakal pergi besok sore dan kumpul dulu di rumahku. Foto Seksi Agnes Monica| BH Agnes Copot waktu Konser

Singkat cerita kami berempat sudah ngumpul di rumahku. Kami memang sudah saling kenal, bahkan cukup akrab. Alf, cowoknya Vivie teman baik Ricky cowokku. Oh ya, aku belum mengenali aku sendiri ya, namaku Selvie, umurku sekarang 17 tahun, sama-sama Si Vivie, Ricky cowokku sekarang 19 tahun, setahun lebih tua dari Alf cowoknya Vivie. Oke, lanjut ke cerita. Kami berempat langsung cabut ke villanya Vivie. Sekitar setengah jam kami baru sampai. Aku sama Vivie langsung beres-beres, menyimpani barang-barang dan menyiapkan kamar. Ricky sama Si Alflagi main bola di halaman villa. Mereka memang pecandu bola, dan kayaknya tidak bakalan hidup kalau sehari saja tidak menendang bola.

Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky sama Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres-beres, Vivie masuk dan ngomong kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga ini anak. Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si Ricky kalau tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih, tapi kan asik juga kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauhdari bokap dan nyokap-ku. Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya aku setuju, satu kamar buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky sama aku.

Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung di halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi. Wah, benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini, "Wah... sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak enak kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia, tapi dia malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi omongannya yang gila benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai, kita jalan-jalan yuk!" Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga samanya, dia setuju sama ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di ngomong sama Ricky, "Nah, sekarang elu harus belajar bagaimana caranya nahan diri kalau elu cuma berdua sama cewek cakep kayak Si Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong disepet-sepet kayak gitu.

Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk ke villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga saja Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya ngomong, dia malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku harus tetap begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak tahan, baru saja aku mau ngomong, eh... Si Ricky mulai buka mulut, "Eh... kamu tidak dingin?" Duer... Aku kaget benar, tidak jadi deh aku mau ngomong, sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu dingin dan aku mau ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak sadar malah aku geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau tidak dingin, mau dong kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan bintang, dan... bintang jatuh itu lihat...!" Ricky tiba-tiba teriak sambil menunjuk ke langit. Akukontan berdiri kaget sekali, bukan sama bintang jatuhnya, tapi sama teriakan Si Ricky, aduh... malu benar jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia rangkul aku dari belakang, "Sorry, aku tidak punya maksud ngagetin kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat bintang jatuh bareng kamu."Aku cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky segini warm-nya sama aku. Dia malah tidak pernah peluk aku seerat ini biasanya. Aku tengok arlojiku, jam 11.00 malam. Kuajak Ricky ke dalam, sudah malam sekali. Dia setuju sekali, begitu masuk ke villa kami disambut sama bunyi pecah dari lantai atas. Kontan saja kami lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky sampai duluan ke lantai atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun lagi, tapi aku masih penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau ketuk pintu kamar Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw... ah... pelan-pelan donk!" Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku sudahkeburu ngetuk pintu. Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di dalam. Pintu dibuka sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry, ngeganggu kalian ya? tidak ada apa-apa kok kami cuma..."Aku dorong pintunya sedikit, dan aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya pakai selimut. Dia nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku langsung nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok."

Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah Ricky, tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari ke bawah. Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua duduk di sofa sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama kedengaran lagi suara-suara dari atas.Aku tidak tahan dan langsung nunduk menahan ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan juga olah raga malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami berdua. Eh, di luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-dance, kebetulan lagu di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian. Aku jadi ingat bagaimana deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan bagaimana aku akhirnya menerima dia setelah tiga bulan dia terus nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia benar-benar setia menungguiku.

Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran, aku tidur dimana? memang tidur sama barang-barang?" aku malu sekali, bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya akubuka mulut, "Kita... kita tidur berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapiaku takut juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah nyengir, "Oke deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah ngantuk sih, aku tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky naik ke lantai atas dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh... tunggu!" Ricky berbalik, dia nyengir, "Oke... oke... ayo naik, tidak bagus anak cewek sendirian malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih, baru kali ini aku tidur seranjang sama cowok, tapi lama-lama hilang juga. Kami berdua tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur. Dari kamar sebelah masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan menjerit, dan sepertinya itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia mulai berani remas-remas jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan cowokku. Tapi aku kaget sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu apa yang bakal dia lakukan,bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak, tapi kayaknya badan malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku, terus aku balas ciumannya yang semakin lama semakin buas.

Baru saja aku mulai nikmati bibirnya yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul remasan halus di dadaku. Aku tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku biarkan dia main-main sebentar di sana. Ricky makin berani, dia angkat badanku dan diduduki di pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus dia mau buka pakaian tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit penolakan di kepalaku, tapi badanku kayaknya sudah kebelet ingin mencoba, kayak apa sih nge-sex itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan Ricky buka pakaianku, dia juga buka baju dan celananya sendiri. Dia cuma menyisakan celana dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang di balik celana dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku ganti lihat badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang benar-benar rajin.

Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia lari, dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana aksinya di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya2x45 menit. Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan.

Waktu aku berhenti memikirkan stamina dia dan aku, aku baru sadar kalau bra-ku sudah dilepasnya. Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku malu setengah mati, mana Ricky mulai meremas dadaku lagi, yah pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana, aku cuma diam, merem siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan. Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar dadaku, terus berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik menjilati putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana ini baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan adik atau kakakku. Wah benaran malu deh.

Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah sekali. Dia masih terus menjilati puting susuku yang sudah mengeras sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku.

Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu lidahnya itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi, dan tanganku tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku. Lalu "Prang..." gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya dia mau memberesi pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena aku sudah larut dalam nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku menggeleng, "Barkan saja, nanti aku beresin. Lanjutin... please..."
Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem-melek keenakan. Terus di mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-melintiri "kacang"-ku itu. "Euh... ah... ah... ach... aw..." aku sudah tidak tahu bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon. Aku benar-benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku kendalikan.

Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia sudah muasin aku, masaaku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan mulutku mulai bekerja.

Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik-turun sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku. Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi lendir.

Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek, tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku. "Aw... ah..." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit. Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt... tahan sebentar ya, nanti juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa... aku tidak apa-apa. Terusin saja... ah..."

Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik penisnya. Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi... tidak bakalan lama lagi..." Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambil terus mengocok vagina aku. "Aku juga... ah... oh... sebentar lagi... ah... aw... juga..." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau ngomong kalau aku juga sudah hampir sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari belakang.

Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku, tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku.

Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok, dadaku diremas-remas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks, dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja. Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah raga malam bareng Si Vivie.

Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa, tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah mati. Aku lihatSi Alf dengan santainya turun dari tangga langsung menuju kulkas, kayaknya mau minum juga.

Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan, tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati.

Alf akhirnya berbalik,
"Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar. Jadi... jadi..."
"Tidak apa-apa, ini salahku."
Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV.

Gilanya yang aku setel malah VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV.
"Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf.
Dia berbalik, "Hebat, Vivie benar-benar hebat."
Alf sudah bisa nyengir seperti biasanya.
Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan dibikinnya."
Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa maluku,dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan.

Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan. Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak buatku.

Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar, aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex. Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex. "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat.

Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga. Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky, sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng-"karaoke"-in penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan.

Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi.

Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya, klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga tidak ketinggalan dia jilati.

Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main, soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok, tapi bukan cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya.

Alf benar-benar ahli, tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang terus-terusan bikin aku gila. "Ah... ah... Alf... Ah... berhenti dulu Alf... Ah... Ah... Shhh..." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri. Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.

Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi, langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku menungging. Diremasnya sambil dipelintir-pelintir putingnya. Aku tidak tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali, untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku, dari belakang.

"Ah... euh... ah... aw..." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan.

Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja, tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok. Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan Alf makin leluasa mengocok-ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi tidak ada suara yang keluar.

"Aku mau keluar, aku mau keluar..." Alf membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku.
"Jangan di... jangan di dalam. Ah... ah... oh... aku... aku tidak mau... hamil."
Aku cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.

Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok-ngocok seolah masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku, maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian.

Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa. Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi, aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku.

Belum habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf. dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia, soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang juga bangun subuh-subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide, so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai, Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya telanjang bulat.

Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa yang muasin aku.

Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu. Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali, soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku.

Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi bosan sendirian,makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di dekat situ ada air terjun kecil. Akurencana mau menghabiskan hari ini berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini. Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka.

Tidak aneh sih kalau mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra, soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat nge-sex, jadi suka-suka aku dong.

Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega membangunkan Vivie cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya, benar tidak?

Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, sudah basah benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak. Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan waktu aku menemui tempat yang enak, aku siap-siap berendam, aku lepas sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya.

"Mau... mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu, rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara, "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku jadi ingat bagaimana korban-korban perkosaan yang akulihat di TV, aku jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku.

"Oke... oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong, padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah membentak aku, "Goblok, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?" Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.

Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat, ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa menikmati permainannya.

"Ah... yeah... ah... siapa... siapa nama loe?" aku tanya dibalik desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke... terus... terus... Yeah..." Ternyata ada juga cowok yang suka berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,
"Belum dijawab?"
"Oh, sorry. Nama gue Jeff."
Dia menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap-hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya.
"Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?"
Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu.
"Memang elu tahu dari mana?"
Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama liurku.

Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya ! berdua ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku. Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat. Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gaya ngocoknya Tom Cruise di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi pinggangku.

Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa vaginaku jebol.

Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku sudah pasrah kalau dia bakal menyodok-nyodok vaginaku, tapi kali ini tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung ke anusku. "Ah... aduh..." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku. Dadaku goyang-goyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.

Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya. Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan nikmatnya seluruh tubuhku.

Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun, aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie. Vivie juga sibuk mengulum-ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku tetap diam sampai mereka selesai main.

Terus aku dikenali sama cewek mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex. Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex. Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya nge-sex juga. Makin asik juga, sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami masing-masing. Dan kami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN".

TAMAT


Lonte ataupun Cewek Jablay Seperti aku juga Pake Whatsapp. Gmn dengan kalian? Gabung disini bersamaku http://goo.gl/8QpGp <=Klik untuk melihat

Cerita dewasa Selingkuh dengan perawat puskesmas



Aku, Wawan, adalah seorang dokter yang beberapa tahun yang lalu pernah bekerja di puskesmas kecil di suatu kecamatan di Jawa beberapa kilometer dari kota S. Ketika bekerja menjadi dokter puskesmas itu lah aku terlibat perselingkuhan dengan perawat anak buahku sendiri di puskesmas itu. Waktu itu aku masih muda (sekitar 27 tahun), kata orang wajahku cakep dan macho, sedang perawatku itu hitam manis terpaut sekitar 5 tahun lebih muda dariku. Aku sendiri saat itu sudah berkeluarga beranak satu berumur 2 tahun, demikian pula perawatku yang bernama Narsih sudah bersuami tetapi belum punya momongan. Foto Seksi Suster Korea| Artis Dengan Payudara Dan Terseksi|

Pada saat pertama kali datang melihat puskesmas tempat aku akan berdinas selama 5 tahun yang terletak di suatu kecamatan yang lumayan jauh dari kota kabupaten, aku datang sendirian. Di sana aku ditemui oleh seorang perawat wanita yang sudah bekerja di sana selama tiga tahun semenjak puskesmas itu selesai dibangun.

“Narsih”, begitu dia memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya. Dalam hatiku, “Aduh, manis betul perawat ini”.

Sambil bertanya tentang berbagai hal, yang menyangkut kunjungan pasien, tentang pelaksanaan program kesehatan yang selama ini dikerjakan olehnya (selama ini puskesmas dipimpin olehnya yang merupakan satu-satunya perawat dengan dibantu oleh 2 orang petugas lain), tentang keadaan masyarakat sekitar puskesmas, dll, aku tak puas-puasnya memandangi wajahnya yang manis itu. Sebaliknya, si manis ini juga sering dengan berani menatapku balik sambil senyum agak menantang. Pikirku, “Gawat juga anak ini”, kelihatannya dia sangat tertarik secara seksual padaku.

Dia cerita kalau sudah menikah selama 2 tahun dan belum berhasil hamil juga. Aku bilang dengan sedikit menggoda: “Wah, jangan-jangan suamimu kurang hebat caranya. Kapan-kapan saya ajari ya”.

“Ya dok, tapi jangan suami saya saja yang diajari, saya juga dong”, ujarnya.

Beberapa minggu kemudian, aku benar-benar sudah berdinas di puskesmas ini. Aku tinggal di rumah dinas di samping kantor yang masih satu kompleks dengan puskesmas, demikian pula Narsih tinggal di rumah dinas pada kompleks yang sama tetapi di sisi lainnya. Istriku dari pagi sampai menjelang sore pergi ke kota S untuk bekerja. Jadi sesiangan rumahku nyaris kosong.

Pada hari pertama, aku mengajak Narsih berboncengan memakai motor ke desa-desa tempat wilayah kerjaku untuk orientasi dan berkenalan dengan beberapa kepala desa yang kebetulan dilewati.

Perjalanan melalui jalan yang sebagian besar masih berupa tanah yang dikeraskan, dan di beberapa tempat berupa batu “makadam” yang bergelombang. Tangan Narsih yang kubonceng di belakangku berkali-kali memegang paha atau pinggangku karena takut terjatuh. Aku senang bukan main sambil berdebar. Berkali-kali pula buah dadanya yang tidak terlalu besar tetapi kenyal itu menyenggol di punggungku. Rupanya dia juga tak sungkan-sungkan untuk menempelkannya. Melihat sikapnya yang seperti itu, aku meramal bahwa Narsih suatu saat pasti bisa kuajak bergelut bugil di tempat tidur.

Tubuh Narsih cukupan, tingginya sekitar 160 cm, badannya langsing, kakinya mempunyai bulu-bulu yang cukup merangsang lelaki, walau pun kulitnya sedikit gelap. Wajahnya manis mirip Tony Braxton, si penyanyi negro itu. Buah dada tidak besar, yah kira-kira setangkupan telapak tanganku. Itu pun kukira-kira saja, karena di waktu dinas tubuhnya di balut seragam dinas Pemda. Rambutnya sebahu. Yang jelas, wajahnya manis, seksi dan senyumnya menggoda.

Dalam perjalanan berboncengan Narsih menceritakan perjalanan hidupnya sejak lulus sekolah dan langsung ditempatkan di puskesmas ini. Di sini mula-mula dia tinggal bersama adik ceweknya yang sekolahnya dibiayainya. Dia sempat berpacaran dengan seorang pemuda yang tinggal di depan rumah dinasnya, tetapi akhirnya justru tetangga lainnya yang memintanya untuk dijadikan menantu. Akhirnya permintaan belakangan itulah yang dipenuhinya sehingga Narsih dinikahi oleh seorang pemuda putra seorang tokoh masyarakat desa (tetangga dekat tadi) dan cukup berada, tanpa melalui proses pacaran.

Narsih rupanya selama itu menjadi “bunga” di desa tempat puskesmas berada. Dia menjadi inceran banyak pemuda desa situ, juga orangtua-orangtua yang menginginkannya menjadi menantunya.

Tanpa sengaja, ketika Narsih sedang asyik bercerita, motor saya melawati lubang yang cukup membuat motor bergoyang keras, dan bibir Narsih sempat menempel di leherku bagian belakang (aku sedikit geli, tetapi tentu senang dong) dan krah bajuku terkena warna merah lipstiknya. Dia segera membersihkan krah tersebut, kawatir dicurigai istriku macam-macam. Tapi aku tenang saja, bahkan aku bilang: “Nggak apa-apa koq, ditempeli sekali lagi juga nggak apa-apa, apalagi kalau nggak cuma di krah baju”. “Ih, pak Wawan macam-macam …, nanti dimarahi ibu lho.”, katanya agak genit.

Beberapa minggu kemudian nggak ada kejadian istimewa, sampai suatu hari Narsih sakit diare dan nggak bisa masuk kantor. Pembantunya menyusul ke puskesmas, dititipi pesan agar kalau saya sudah tidak terlalu sibuk bisa menengok dirinya, mungkin bisa memberi advis mengenai pengobatannya.

Setelah pasien sepi dan tak ada pekerjaan kantor yang berarti, aku menjenguknya ke rumahnya, dan diminta masuk kamar tidurnya. Waktu itu suaminya nggak ada di rumah, karena sehari-hari suaminya bekerja di suatu pabrik di kecamatan sebelah. Aku melihat dia berbaring di ranjang, walau pun sedang sakit, tetapi kulihat wajah dan tubuhnya justru makin merangsang dibalut baju tidur yang cukup seksi.

Kawatir aku nggak bisa menahan diri di kamarnya, aku segera minta padanya, kalau masih bisa jalan (aku lihat sakitnya biasa saja), untuk pergi ke rumahku setelah jam kantor minta diantar pembantu. Toh, jaraknya cukup dekat. Sementara itu dia kuberi obat seperlunya.

Sepulang kantor, Narsih datang ke rumah diantar pembantu, kemudian pembantunya disuruhnya pulang duluan, sehingga aku dan dia tinggal sendirian di rumahku. Pembantuku (suami-istri) kalau siang seusai bekerja pulang ke rumahnya dan petangnya kembali lagi, sebab mereka adalah penduduk desa setempat.

Narsih kusuruh masuk ke kamar periksa, kemudian kuminta berbaring di tempat tidur periksa. Aku memasang stetoskop, dan kuminta dia untuk membuka sebagian kancing atasnya (Narsih memakai pakaian rok dan kemeja blues yang dikeluarkan). Aku mula-mula serius memeriksa dadanya dengan stetoskop, tetapi begitu melihat sembulan buahdadanya yang nggak besar di balik BHnya, aku tiba-tiba berdebar dan bergetar. Aku nggak pernah bergetar bila memeriksa pasien wanita lain, tetapi menghadapi Narsih koq lain.

Dengan spontan tanpa meminta ijin dari empunya, buahdadanya kuraba halus dari luar dan kuelus-elus. Narsih tak membuat gerakan penolakan, matanya justru terpejam sekan menikmati. Seluruh kancing bluesnya langsung kucopoti, sehingga BH Narsih itu terlihat bebas menantang.

Bibirnya kukulum dengan cepat, sambil tanganku masih mengelus-elus buahdadanya dari luar BH nya yang belum kulepas. Seperti yang sudah kuduga, kuluman bibirku disambutnya dengan ciumannya yang lembut tapi hebat. Lidahku kujulurkan dalam-dalam ke langit-langit mulutnya, sebaliknya lidahnya segera membalas dengan memilin lidahku. Aku melihat Narsih terengah-engah menahan emosinya, sambil mengerang: “Ssssh, pak Wawan, pak, ah … argghhh … ssshhh”.

Tanpa menunggu lama, sambil Narsih masih tetap terbaring dan mulutnya masih kubungkam dengan bibirku, cup BH nya kuangkat ke atas tanpa kucopot kancingnya terlebih dulu. Susunya langsung tersembul keluar dengan indahnya. Benar dugaanku susunya tak besar, tetapi bagus dan kencang dengan puting susu kemerahan yang tak terlalu menonjol. Itulah susu Narsih yang sudah kubayangkan beberapa lama dan ingin kukulum. Itulah sepasang buah dada Narsih yang masih kenyal belum sempat mengeluarkan ASI karena belum sempat hamil.

Tangan kananku segera meraba-raba pentilnya bergantian kanan dan kiri dengan gerakan memutar yang halus. Narsih makin menggigil dan tambah mengerang: “Paaak, Narsih malu paak … ssshhh aargghhh … ssshh …”. Aku terus menjilati bibir dan wajahnya sambil berdiri, dan tanganku memijat-mijat susunya yang ranum. Tangan Narsih merangkul leherku, matanya berkejap-kejap, sambil mulutnya terus mendesah di tengah-tengah kuluman lidahku.

cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
Setelah puas menjilati wajah dan bibirnya, mulutku beralih ke leher dan belakang telinganya. Dia makin menggelinjang sambil setengah menegakkan kepalanya. Aku masih terus berdiri, stetoskopku sudah kulempar jauh-jauh. Segera kemudian, mulutku sudah berada di puting susu kirinya. Aku jilat sepuasnya. Dada Narsih menggeliat dan sekali-kali membusung, sehingga susunya makin terlihat indah dan menggairahkan. Desisan Narsih makin menghebat, “Aaarggghhh, paaaak, aku nggak tahan paaak …”. Tanganku pelan-pelan menelusuri pahanya yang mulus walau pun berkulit agak sedikit gelap. Tapi warna kulit seperti ini justru sangat merangsang diriku. kontol di balik celanaku sudah menegang sejak tadi ketika aku mulai pertama kali melihat BH nya. Aku mulai menelusuri pahanya pelan-pelan ke atas menuju selangkangannya di balik rok yang masih dipakainya, sambil aku masih terus menggelomohi kedua puting susunya. Kulirik wajah manis perawatku ini. Ah, betapa makin merangsangnya tampakan wajahnya, yang sambil sedikit merem-melek matanya menahan nafsu birahi, mulutnya mendesis mengerang terus menerus walau pun tidak dengan suara yang keras, “Aaarghh, paakk, aku … aku nggak tahan lagi paak.”

Tetapi, begitu tanganku sampai di pinggir celana dalamnya, tiba-tiba dia tersadar dan langsung bilang, “Ah, pak, jangan sekarang pak ..”. Aku agak kaget, “Mengapa Sih? Aku sudah nggak tahan Sih, kepingin menelanjangi kamu.” Narsih menjawab: “Kapan-kapan pak untuk yang itu.”.

Aku tak berani nekat meneruskan, tapi wajah, bibir, dan susunya masih terus kujilati bergantian.

Aku berciuman seperti itu sambil pakaianku masih lengkap dan masih tetap berdiri, sedang Narsih sudah setengah bugil sambil tetap tergolek di ruang periksa, kurang lebih setengah jam. Akhirnya, karena aku kawatir kalau istriku datang dari kantor, maka perbuatan kami yang sudah kerasukan nafsu birahi yang menggelegak itu kuhentikan, dan Narsih kusuruh berpakaian kembali dan kuminta segera pulang. Aku sempat berciuman sekali lagi. Mesra, seperti sepasang kekasih yang baru dilanda asmara.

Beberapa hari kemudian, setelah kantor tutup, Narsih yang sudah sembuh dari diarenya, kuminta datang ke rumah. Dia datang masih memakai seragam dinas. Demikian pula aku.

Kusuruh dia duduk di sampingku di sofa ruang tamu. Ruang tamuku tetap kubiarkan terbuka pintunya, toh aku tetap bisa mengontrol situasi luar rumah dari kaca besar berkorden dari dalam. Orang luar tak bisa melihat ke dalam, sebab pencahayaan dari luar jauh lebih terang.

Melihat situasi luar yang cukup aman, dan saat itu di rumah dinasku hanya ada aku dan Narsih, maka kuberanikan mencoba melanjutkan apa yang sudah kumulai beberapa hari sebelumnya.

Narsih yang berada di samping kananku langsung kupeluk mesra, kuelus rambutnya dan kucium bibirnya dengan rasa sayang. Namun tanpa kuduga, dengan ganas (Narsih sepintas kuperkirakan adalah wanita yang hiperseks, dan di kemudian hari dia memang mengakuinya kalau dia nggak pernah puas ketika berhubungan seksual dengan suaminya, walau pun menurut ukurannya suaminya mempunyai kemampuan seksual yang sangat hebat), dia menyambut ciumanku dengan jilatan-jilatan lidahnya yang memilin-milin lidahku. Tangannya dengan berani meraba selangkanganku yang tertutup celana dinas dan meraba kontolku yang sudah menegang ketika mulai berciuman tadi. Kontolku dikocoknya dari luar dengan trampil dan membuatku keenakan (jujur saja, istriku tidak bisa seperti itu).

Secara cepat dan trengginas, karena nafsu yang sudah berkobar-kobar, aku pun langsung membuka kancing seragam atasnya, dan dengan lahap kukeluarkan seluruh buah dadanya yang ranum dari cup BH tanpa membuka kancing yang terletak di belakangnya. Susunya langsung kuremas dengan lembut, pentilnya yang imut kupilin-pilin sampai menegang, dan aku terus menciumi bibir dan kadang menciumi wajah dan belakang telinganya. Narsih meregang, dan kali ini dia memanggilku tidak lagi pak atau dok, tetapi sudah berubah menjadi `papa?, “Ehmmpph, sshh … paaaaaah, aku sayang kamu paaah, Narsih sayang papaaah … aaarghh ….”.

Aku pun berganti menjawab sekenanya dan seberaninya, “Aku juga sayang Narsih, bener aku sayang kamu, hari ini aku ingin memasukkan kontolku ke tubuhmu, sayang, boleh?”

Narsih langsung menjawab, “Boleh yaaaang, boleh … arrghhh … sshhshh … cepatan ya yaaaang … aaaargrhhh ….”.

Mendengar jawaban itu, tanpa ragu, aku segera memasukkan jari kedua tanganku ke selangkangannya yang masih tertutup seragam dinas, dan dengan bernafsu kucari celana dalamnya, dan begitu ketemu, tanpa ba-bi-bu lagi langsung kupelorot dan kusimpan di saku celanaku. Demikian pula Narsih, dengan terengah-engah, langsung dia membuka resleting celanaku dengan sebelumnya melepaskan ikat pinggangku yang kemudian dia lempar jauh-jauh, dan tangannya dengan cepat menyergap kontolku yang berukuran panjang 14 cm dengan diameter yang cukup besar. Aku ikut memelorotkan celanaku walau pun nggak sampai kulepas sama sekali. Tangannya dengan cekatan mengelus kontolku, mengocoknya, sembari tubuhnya menggelinjang karena jariku sudah mengelus tempik vaginanya yang basah. Sebagian jariku pelan-pelan kumasukkan ke dalam lubang tempiknya, dan kugeser-geser melingkari lubang sempit itu. Jempolku mencari kelentitnya, begitu ketemu kuelus dengan permukaan dalam jempol.

“Ah, paaah, aku nggak tahan paaah … aggghhh, ….. paaaah …..eeennaaak paaah …”, dia mengerang setengah berteriak, tetapi mulutnya segera kubungkam dengan mulutku, kukulum agar suaranya tidak terdengar oleh orang-orang yang mungkin ada di luar, kemudian kujilati bibir dan seluruh permukaan wajahnya sampai basah terkena ludahku.

Sambil setengah bergumul, mataku selalu waspada melihat keadaan luar rumah melalui kaca berkorden untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada orang yang mau masuk ke rumah. Karena situasi yang tidak terlalu aman itu, aku tidak berani melakukan adegan birahi kami ini dengan berbugil total..

Tanpa menunggu lama lagi, karena darah birahi yang sudah sampai ke ubun-ubun, tubuh Narsih kutarik ke depan tubuhku, sambil dia tetap duduk menghadap ke depan membelakangiku, dan aku bersandar setengah duduk di sofa, dengan perlahan tapi pasti, rok bawahannya kusingkap dan kuangkat, pantatnya kupegang, selangkangannya yang sudah tak bercelana dalam kurenggangkan lebar-lebar, pahaku kurapatkan dengan kontol yang mengacung ke atas, kemudian tangan kiriku memegang kontol dan kubimbing masukkan ke vagina tempik (memek)-nya. Narsih ikut membantu memegang kontolku dengan tangan kanannya, dan perlahan-lahan pantatnya diturunkan ke bawah. Vaginanya terasa sempit juga (mungkin karena belum pernah melahirkan bayi), tetapi berkat bantuan lendir vaginanya yang sudah banyak, tanpa kesulitan yang cukup berarti kontolku akhirnya berhasil masuk juga ke sebagian vagina depannya. Narsih sambil menghadap ke depan terus mengerang, pantatnya mulai bergoyang-goyang, dinaik turunkan, agar kontolku bisa lebih masuk ke dalam.

“Aduuuh paaaaah, enaaak paaaah …. Ssshhh … arggh , aaduuuh paaah …”, erangnya. Aku juga mulai mendesis merasakan enaknya tempik perawatku yang sangat manis dan hot ini, sambil benakku berseliweran membayangkan keberanianku menyetubuhi istri orang. Ah, persetan, salahnya punya istri manis disia-siakan, sehingga masih mencari memek atasannya. Betul-betul vagina yang nikmat, nggak salah aku ditempatkan di puskesmas ini, aku bisa menikmati sepuasnya vagina Narsih yang sedap. Kepunyaan istriku sendiri tidak senikmat ini.

“Narsiiih, kamu memang enaak, Narsih …” begitu desisku.

Sambil aku juga ikut menggerakkan pantatku naik turun seirama dengan naik turunnya pantat Narsih, aku mengocok kelentit Narsih yang ada di depan dengan tangan kananku. Tangan kiriku terus meraba habis susunya yang terasa kenyal di depan. Narsih makin menggelinjang seperti cacing kepanasan, karena kocokan jariku pada kelentitnya yang makin menonjol. Pantatnya makin dia goyangkan selain naik turun juga ke kanan kiri. Rasanya bukan main enak, tak terkirakan. Beginilah rupanya rasa tempik Narsihku, Narsihku yang bisa menggantikan tugas istriku di siang hari, Narsihku yang mempunyai gerakan tubuh yang hebat dan nikmat.

“Siiiih, kamu sayang papa beneran nggak, aku eeennnaaaak Siiih ….!”

“Aaaaduuuh paaaah, Narsih sayang paapaaaah, eennaaak juga aku paaaah, koq bisa enaaak gini ya paaaah? Aaaargghhhh ….. ssshh … arrrgggghhhhhhhhhhhhhhhh …. Paaaaah …”

Aku makin cepatkan kocokanku naik turun, demikian pula Narsih, dia makin menggeliatkan tubuhnya ke sana kemari. Sayang, aku nggak bisa melihat tubuh indahnya sambil berbugil, karena situasinya yang tak memungkinkan.

Tiba-tiba Narsih, setengah berteriak bergetar-getar tubuhnya, “Aaarghhh … paaah, aku nggak tahaaan paaaah, aku mau orgasme paaaaah, paaaaah …”. Aku sendiri hampir nggak tahan juga merasakan denyutan tempiknya yang asyik. Sekali lagi, betul-betul tempik yang enak dan nikmat

“Nggak apa-apa Siiih, kalau mau orgasme, nggak usah ditahan Siiih, papa juga mau keluar, aarghhh …”.

Gerakan kontolku makin kupercepat walau pun tidak terlalu bebas, karena posisiku yang di bawah, sambil tanganku mengocok susu dan bibir Narsih kucari dan kumasukkan jempolku ke mulutnya dan segera diempotnya seperti bayi sambil terus mendesah. Tak lama kemudian, Narsih mengejang, “Arrrggghhhhh paaaaaaaaah …. Arrrghhhhhh ……”, badannya bergetar, rupanya Narsih telah orgasme hebat. Kontolku terasa dijepit berdenyut-denyut. Karena proses orgasme tubuhnya menggeliat seksi ke belakang sehingga tampak makin menggairahkan.

Pemandangan itu, walau cukup kulihat dari belakang, membuat aku juga sudah merasa nggak tahan lagi, geli hebat mulai terasa di ujung kontol yang masih berada di tempik Narsih. Goyanganku kupercepat lagi, Narsih kupeluk erat-erat, dan … “Aaaarhggggghhh … aku juga keluar Siiiih … eenaaaak Siiih …..”.

Pantat Narsih kutarik keras-keras ke bawah agar seluruh kontolku terbenam di tempiknya, dan kusemprotkan keras-keras air maniku ke dalam vaginanya, sambil berharap agar ada spermatozoa yang bisa menyerbu ovumnya sehingga menghasilkan pembuahan, karena mendadak hari ini aku merasa mencintai Narsih, tidak sekedar mencari kepuasan seksual saja.

“Ooooh paaaah, aku cinta kamu paaaah …., Narsih sayang kamu paaah. Aku kepingin anak dari kamu paaah …” kata Narsih sambil terus memutar-mutarkan dan menekan pantatnya menjadikan kontolku seperti diperas-peras isinya, dan beberapa kali menyemprotkan mani sampai ludas. “Aku juga sayang kamu, Narsih … kapan-kapan aku ingin mengajakmu main seks sambil betulan telanjang bulat, mau ya Siih …?”

Narsih langsung menjawab dengan manja: “Tentu Narsih mau sekali paah, minggu depan ya paah, kita cari tempat enak untuk bikin anak yang nikmat ya paah?”

cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
Sambil tubuh Narsih masih terduduk di atasku yang juga separuh duduk, lehernya agak kuputar kesamping, dan bibirnya kucium sayang, mesra sekali, sementara kontolku masih tetap berada di dalam jepitan tempik-vaginanya yang masih juga terus berdenyut nikmat ….

Setelah persetubuhanku yang pertama dengan Narsih perawatku, di hari-hari berikutnya di kantor setiap hari kami selalu menyempatkan berciuman dan bercumbu. Kadang-kadang kami melakukannya di gudang obat di siang hari menjelang puskesmas tutup, kalau pas semua petugas lainnya sudah pada pulang. Di gudang, aku melampiaskan nafsuku dengan menciuminya dan mengangkat rok seragam dinasnya, meremas susunya dengan sedikit membuka beberapa kancing kemeja, meraba tempik dan kelentitnya sampai Narsih menggelinjang panas, menggeser-geserkan kontolku ke tempiknya tanpa melepas celana dalam masing-masing, sampai kami berdua orgasme tanpa bersetubuh. Bagaimana pun, kami tak berani bersetubuh di kantor, sebab kawatir ketahuan orang.

Pernah, ketika Narsih sedang merawat pasien, membersihkan luka ringan di kepala bagian belakang pasien (pasiennya menelungkup di tempat tidur periksa), aku masuk kamar, pintu kamar perawatan kukunci, kemudian Narsih kudekati dari belakang dan pelan-pelan kuciumi lehernya yang jenjang, roknya kusingkap ke atas sampai pantatnya jelas tampak terlihat indah, lalu celana dalamnya sedikit kupelorot, dan jariku kumasukkan ke sela-sela tempiknya. Kumainkan jariku di dalam tempiknya yang basah sambil sekali-kali kumanipulasi kelentitnya yang menegang, sampai Narsih menggelinjang kenikmatan dengan sedikit terengah-mendesah hampir tak terdengar “… Ssshhhhh …hhh” (berabe dong kalau pasien lelaki itu sampai mendengar desahan perawatnya) dan beberapa kali tangannya yang memakai sarung tangan plastik melepaskan kapas beralkohol atau Betadine yang digunakannya untuk membersihkan kepala pasien. Kemudian kontolku yang masih tertutup celana kugeser-geserkan ke sela-sela pantat Narsih yang celana dalamnya sudah kupelorot ke bawah tanpa kulepas. Sampai akhirnya aku orgasme keenakan setelah sekitar seperempat jam menggeserkannya ke pantat Narsih yang kenyal padat itu. Rupanya, dari raut wajah dan engahannya, walau aku tak tahu pasti, Narsih pun akhirnya orgasme karena kocokan jariku di dalam liang vagina dan kelentitnya itu.

Perbuatanku merangsang Narsih dan diriku ketika sedang merawat pasien hanya sekali itu saja kulakukan, sebab selain aku takut ketahuan pasien atau orang lain (sebab di luar kamar periksa ada beberapa anak buahku, yang mungkin saja tiba-tiba ingin masuk), juga bisa mengganggu proses perawatan pasien.

Seminggu setelah persetubuhanku yang pertama dengan Narsih, ketika itu hari Selasa (setiap minggu dua kali ada perawat wanita lain yang membantu datang ke puskesmasku, Selasa dan Kamis) aku janjian dengan Narsih untuk ketemu di suatu tempat di kota kabupaten, karena kebetulan aku saat itu mengurus sesuatu di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten. Hari itu aku ingin mengajak Narsih bergelut bugil total di suatu tempat yang aman.

Setelah urusanku pagi itu di kantor dinkes selesai, aku langsung menuju ke tempat janjian dengan Narsih. Aku tunggu di mobil sekitar setengah jam, Narsih akhirnya memenuhi janjinya datang.

“Siapa yang ada di puskesmas, Sih?”, tanyaku untuk memastikan bahwa ada petugas perawat yang tinggal di puskesmas, supaya tidak mengganggu pelayanan kesehatan. “Oh, ada mbak Amani yang tugas koq pa.”, jawabnya. Setelah memastikan semuanya beres, langung kutanya lagi Narsih: “Mau kamu kuajak ke S jalan-jalan?”. Jawab Narsih: “Mau pa. Tapi, ayo cepat, biar nggak kesorean pulangnya, sebab aku bilang kepada pembantu kalau aku pulang sebentar menengok ibuku”. Memang ibu Narsih bertempat tinggal di kabupaten yang sama, tetapi di kecamatan yang agak jauh dari rumah Narsih sekarang.

Langsung mobilku kupacu cepat ke kota S, sebab saat itu sudah pukul setengah sepuluh pagi, dan kuperkirakan paling lambat pukul 4 sore sudah harus sampai kembali di rumah. Waktu itu aku belum tahu apakah di kota kabupaten ini ada hotel yang bisa dipakai kencan pendek atau tidak, makanya kuputuskan saja ke kota S, yang pasti ada tempat untuk begituan.

Di tengah jalan, Narsih ingin berhenti untuk membeli celana dalam baru, aku juga nggak tahu apa alasannya membeli baru itu. Tapi nggak kupikirin. Perjalanan ke S kurang lebih 1 jam. Di tengah jalan kemeja seragam dinasku kucopot dan kuganti dengan kemeja lain, sedang Narsih kemeja dinasnya ditutupi dengan jaket.

Setelah sampai di S, aku tawari Narsih untuk ke pantai yang mempunyai motel-motel yang bisa dipakai kencan gelap. Narsih setuju saja.

Sampai di pantai, aku pesan kamar yang cukup besar. Kamar-kamar di sini tak terlalu bagus, tapi lumayanlah untuk kencan singkat. Toh yang diperlukan cuma kasur dan air cukup untuk mandi. Waktu itu di S belum ada hotel atau motel bagus yang sekarang bertebaran bisa digunakan untuk keperluan seperti itu.

Begitu masuk kamar, Narsih langsung kupeluk dan kuciumi, dan segera kupreteli jaket, kemeja dan roknya sampai tinggal celana dalamnya. Begitu hampir telanjang seperti itu, aku terpesona dengan tubuhnya yang ternyata sangat indah dengan kulit yang agak gelap. Baru hari itu aku melihat tubuh indahnya hampir bugil total.

Sebelum bertindak lebih jauh, Narsih minta pause untuk pipis dulu di kamar mandi. Sementara dia di kamar mandi, aku segera melucuti pakaianku sendiri sehingga tinggal celana dalam saja dengan kontol yang tampak menyembul tegang di dalamnya. Aku susul Narsih ke kamar mandi, dia sudah selesai pipis, celana dalamnya sudah dipasang lagi. Tanpa ayal di kamar mandi, dia kupepet ke dinding, dan kugelomohi seluruh tubuh setengah bugilnya dengan lidahku. Dengan ganasnya Narsih juga berbalik menciumi diriku. Habis-habisan susu ranumnya kujilat dan kugigit halus di sekitar pentilnya, sebab aku tak berani menggigitnya keras-keras (nyupang), takut ketahuan suaminya nanti. Kemudian, lidah kami saling bertaut dan saling memilin. Pokoknya kami keluarkan semua hasrat seksual ini tanpa hambatan, dan kesempatan bebas ini sudah kami tunggu beberapa hari.

Tak sabar, celana dalam Narsih kupelorot dan kulempar jauh-jauh ke sudut kamar mandi. Dengan posisi Narsih yang masih berdiri, jilatan lidahku kuturunkan pelan-pelan dari bibir, leher, susu, perut, sampai akhirnya ke lipatan selangkangannya. Tanpa memandangi isi lipatan itu, lidahku kujulurkan ke sela-sela jembutnya yang tak terlalu lebat. Mula-mula Narsih merapatkan pahanya, katanya geli “Ah, pah … aku geli, jangan pah …”.

Tapi aku nggak peduli, dengan Narsih yang masih berdiri dengan punggung menempel rapat di dinding kamar mandi, kukangkangkan selangkangannya lebar-lebar. Aduh, kulihat pemandangan cantik dari tempiknya yang merah kehitaman dengan liang yang sempit. Nafsuku makin berkobar, kontolku makin tegang tidak karuan. Mulutku langsung kudekatkan ke tempik Narsih, dan kujilat tepi liangnya pelan-pelan. “Aachhhh …. Ngkkkkrrr … aarrghhhh pah, papaaaaaah …. “, teriaknya keras. Narsih kelihatan menggeliat keras sambil spontan merapatkan selangkangannya sehingga kepalaku terjepit pahanya. Lidahku makin menggila saja, kumasukkan jauh-jauh ke dalam liang tempik Narsih yang baunya membuatku makin bergairah. Beberapa kali kugigit ringan labia minor dan mayornya. Tak lupa kelentitnya yang menonjol indah juga kukulum habis-habisan. Narsih makin menggelinjang nggak karuan. “Paaaah, Narsih nggak tahan paaah, ayo pah … ke tempat tidur saja.”, katanya terengah-engah setengah lemas.

Karena aku tak kuat menggendongnya, aku bimbing cepat dia keluar kamar mandi menuju ke tempat tidur.

Di tempat tidur, segera kutindih tubuh bugilnya yang kenyal itu sambil kuciumi bibir dan langit-langit mulutnya. Narsih rupanya sudah terangsang hebat, dia melenguh, “Aachh paaaah …. “.

Celana dalamku yang masih kupakai sejak tadi langsung kupelorot saja, sehingga akhirnya kami berdua bergumul dan bergelut dalam keadaan telanjang bulat. “Paaah, ayao paaah masukkan saja, nggak usah lama-lama ….”, Narsih setengah memohon. Padahal aku sendiri sebetulnya masih ingin lebih lama menjilat-jilat dulu sebelum memasukkan kontol ke tempiknya.

Mendengar permohonannya itu, kontolku yang sedari tadi sudah mengacung tegang, mulai mencari tempiknya. Narsih yang telentang, telah mengangkangkan pahanya terlebih dulu tanpa disuruh. Dengan dibantu tangan Narsih, kontolku perlahan dimasukkan ke liang tempiknya. “Aduh enaknya”, kata hatiku. Ternyata tempik Narsih cukup dahsyat rasanya, begitu masuk, pelan-pelan kugoyangkan pantatku ke kanan-kiri agar dengan mantap kontolku ambles ke dasar tempik Narsih. Hari ini jelas lebih enak dari pada seminggu yang lalu ketika aku memasukkan kontolku dari belakang sambil duduk.

Narsih tidak tinggal diam. Dia begitu aktif menaikturunkan pantatnya. Kontolku serasa dikulum. Tempik Narsih memang masih sempit, walau pun sudah dimasuki berkali-kali oleh kontol suaminya selama dua tahun (dan aku dengar dari tetanggaku juga sudah pernah disetubuhi oleh pacarnya sebelum suaminya sekarang ini).

Sambil melumat pentil susunya yang sangat indah bergoyang ketika Narsih menggelinjang kesana kemari, aku juga melirik ke bawah melihat gerakan tempiknya yang naik turun. Oh, betapa asyik pemandangan ini. Narsih memang hebat dalam bercinta, dia betul-betul cewek yang hiperseks dan menggairahkan.

Mulutnya terus berbunyi, “Ooooh, aaaacchhh …. Paaah …. Papaaaaaah… oooooch … Arrrgh … iiih … paaaah …!”

Setelah beberapa saat, Narsih menginginkan aku yang mengangkang, dan dia yang merapatkan selangkangannya, “Pah, aku yang merapatkan paha ya …?”, ia memohon. “Boleh”, kataku.

Setelah merapatkan pahanya, aku dimintanya menggoyang naik turun, “Ayo pah, goyang, pah”. Aku turuti semuanya, aku goyangkan naik turun kontolku ke tempiknya yang merapat. Memang aku agak kesulitan, karena gerakan ini aku tak terlalu enak bagiku karena terhalang sempitnya vagina Narsih yang dirapatkan, tapi demi sayangku pada Narsih ya nggak apa-apa. Narsih rupanya menikmati posisi seperti itu. Erangannya makin menjadi-jadi, “Oooooh…. Oooooch … paahh, aku nggak kuat lagi paaaaah, … aarcggghhh …”. Dia makin menggelinjang, tempiknya ikut dia geser-geserkan tutup buka yang tak terlalu lebar. Aku juga mulai menikmati gerakan ini, walau pun rangsangannya bagiku tak terlalu hebat. Lidahku terus mengenyot puting susunya yang terus bergoyang-goyang, tanpa sadar timbul cupang kecil di sisi sebelah dalam dari pentil susu kanannya karena gigitanku, ah sebodo amat, pikirku. Akhirnya, dengan erangan yang cukup keras dan mengagetkan, “Aaaachh paaaaah, aku mau sampaaaiii paaaah … ooochhh ..”, dia menggelinjang dan segera membuka tempiknya lebar-lebar, dan kusambut dengan kakiku yang ganti merapat dan menghunjamkan kontolku dalam-dalam de dasar tempiknya yang lezat itu. Narsih menggeliat, dengan dada yang dibusungkan ke atas yang makin memperindah tampakan pasangan susunya, dan … “Aaaach paaah, aku ….. aaaach … saaaampaiiii paah … ooooiiich …”. Narsih bergetar sebentar dan lemas, dia telah orgasme. Kontolku di dalam terasa berdenyut-denyut dikenyot oleh otot dalam tempiknya. Nikmat rasanya. Tapi aku belum sampai, walau pun kalau digoyang sedikit saja, pasti sudah orgasme juga.

Kubiarkan Narsih beristirahat karena kelihatan energinya terkuras dengan datangnya orgasme dahsyat barusan. Kuteruskan jilatan lidahku pada bibir dan dadanya. Aku tidak mau melepaskan kontolku dari tempiknya. Kasihan dia.

Setelah pause sejenak, aku mulai mencopot kontolku dari tempik Narsih yang basah. Aku berputar dengan wajahku di bawah dan kontolku di wajah Narsih. Narsih tetap terlentang. Mulai kuserbu lagi tempik Narsih dengan jilatan lidahku. Narsih pun demikian, dia mulai mengulum permukaan kontolku, tapi sayang, kulumannya tidak terlalu enak, bahkan agak geli, dan sekali-sekali tergigit, sehingga kenyamananku terganggu. Rupanya Narsih belum pandai mengulum kontol. Mungkin suaminya tidak pernah mengajarinya untuk mengulum kontol dengan benar, atau suaminya memang tidak suka dikulum-kulum kontolnya.

Posisiku kuubah kembali, aku melorot ke bawah di antara kedua pahanya, dan tetap memainkan lidahku di kelentitnya. Sekali-sekali kupandangi tempik Narsih. Ternyata dari jarak dekat ini, tempik Narsih sangat bagus, dikelilingi jembut yang tipis tetapi melingkari sisi atas kanan dan kiri tempik secara teratur. Kelentitnya cukup menonjol. Lendir tempik tidak berlebihan, baunya pun merangsang gairah nafsuku. Lubang anus di bawah juga sempit, bersih, dan jelas tidak pernah dimasuki benda apa pun. Lubang anusnya pun kujilati yang membuat Narsih mendesis sambil mengangkat pantatnya, sehingga tempiknya pun makin menganga lebar. Kupindahkan lagi lidahku dari anus, dan kusergap lubang tempiknya, kujilati lagi, dan Narsih kembali mengerang, rupanya gairahnya setelah orgasme pertama sudah pulih lagi , “Ayooo paaah, dimasukkan lagi … papaaah ‘kan belum … ooooch paaaah … “.

Aku kembali merayap ke atas dan kembali Narsih kutindih, dan kontolku siap kumasukkan lagi ke liang tempiknya yang tetap menganga lebar. Narsih menggeliat-geliat tak beraturan. Aku dengan setengah duduk, menghunjamkan kontolku ke dalam tempiknya dalam-dalam, secara teratur kukeluar-masukkan. “Aaach … acchhh, paaah …”. Narsih menyambut gerakanku dengan memutar-mutar pantatnya, sehingga kontolku terasa diperas-peras. “Addduuuh, Narsih, eeenaaak Narsiiiih …”. Narsih pun menjawab dengan mengerang pula, “Yaa, sayyyaaaang, aku saaaayaaang papaaah, ooooch papaaaah … aku cinta papaaaah Wawaaan …”. Dia mengerang terus dan terus, sambil geliatannya makin menghebat, ditingkahi gerakan susunya yang makin merangsangku. Mata Narsih terpejam, dengan bibir indah yang menggumam namaku sekali-sekali. Oh, kamu manis sekali Narsihku. Kamu bidadariku. Kamu asyik-menggairahkan sekali. Kamu tak akan kulepas sampai kapan pun. Akan kusuburkan benih rahimmu dengan spermaku.

Akhirnya rasa geli yang memuncak di kontolku tak tertahankan lagi. Juga Narsih makin mengelojot. “Naaarsssssih, aku mau keluuuuaaar Sih …., aku masukkan semuanya ke tubuhmu Siiih …”. “Yaaah, paaaah, tolong aku dibikinkan anak paaaaah … ooooch paaaaah”.

Air maniku tak tertahankan lagi menyemprot beberapa kali ke dalam liang tempik Narsih yang kusayangi ini. “Acch Siiiih ….”. “Semprot yang kuuuaaat paaaah, aku sayang kamuuu paaaah, … ooooch …”.

cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
Langsung Narsih kudekap erat-erat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku erat-erat, seperti nggak mau dipisahkan lagi. Kontolku dikenyot-kenyot oleh tempiknya yang berdenyut-denyut menerima spermaku. Rasanya aku makin sayang Narsih.

Tak terasa jam terus bergulir. Tapi masih ada waktu.

Kusuruh Narsih membersihkan tempiknya, dan pipis, aku pun demikian. Aku masih ingin melanjutkan permainan ke babak berikutnya.

Setelah ngomong-omong ringan sambil berbaring, kontolku di pijat-pijat oleh jari-jari Narsih yang lentik. Dia cukup pintar memijat kontol (walau pun tidak bisa mengulum kontol), sehingga kontolku bangun kembali. Narsih tersenyum manis. Rupanya dia menginginkan hari itu diakhiri dengan kehangatan sekali lagi. Aku pun merespons dengan menciumi bibir, hidung, leher, telinga, dan seluruh wajahnya, sehingga semuanya basah mandi ludahku. Dia senang dengan gelomohan lidahku itu. Sambil jari-jariku kembali mengobok-obok tempik-vagina dan kelentitnya.

Karena waktu yang tak mau berkompromi, sehingga kami harus cepat-cepat pulang, maka permainan harus cepat diselesaikan.

Narsih kuminta untuk membalik badan, dan sedikit mengangkat pantat atau menungging. Tanganku kujelajahkan pada seluruh permukaan tempiknya dari belakang. Pemandangan dari belakang ternyata tak kalah indahnya, kelihatan tempik yang merekah merah kehitaman dengan liang yang menggoda. Gairahku langsung ke puncak ubun-ubun melihat pemandangan seperti itu. Tanpa lama-lama, kontolku dengan bantuan tangan kanan Narsih kuserobotkan masuk ke dalam tempiknya dari belakang. “Aduuuh paaaah, eenaaak paaaah”, gumam Narsih. Satu tanganku kulingkarkan ke depan dan meremas-remas susunya yang menggantung indah. Narsih makin mendesis kenikmatan, aku pun juga nikmat. Tapi Narsih tak bertahan lama menungging, mungkin kelelahan, dia segera merebahkan pantatnya ke ranjang tetap sambil tengkurap. Kuikuti saja posisinya, sambil terus menghunjamkan keluar masukkan kontolku. Narsih makin mengerang, ibu jariku kumasukkan ke mulutnya, dan dia isap keras-keras. Aku terus menggoyangkan kontol, disambut dengan gerakan ringan dari Narsih yang juga memaju-mundurkan pantatnya. Tapi rupanya dia agak lelah, sehingga gerakannya tidak sedahsyat tadi. Kujilati punggungnya dari belakang. Rupanya dia sangat terangsang dengan jilatan itu, sehingga erangan dan desahannya kerasnya muncul kembali. “Aaaduuh paaah, nggak kuuuaaat paaaah, geeliiii … “. Aku sodokkan terus kontolku sambil menjilati punggung dan meremas susu dari belakang. Lehernya kutolehkan ke samping, mulutnya kucari dan kugelomoh dengan bibirku, aduh, rupanya dia sangat terangsang, mulutku dibalas dengan jilatan bibirnya dari samping dengan ganasnya.

Aku tiba-tiba merasa akan sampai. Dengan cepat kubalikkan badannya, dan kontolku yang terlepas kembali kuhunjamkan dalam-dalam ke tempiknya yang sudah telentang kembali. Narsih juga merespons dengan melingkarkan lagi kakinya rapat-rapat ke pinggangku sambil menaikturunkan pantatnya. Kontolku seakan-akan diisap-isap. “Paaaah, ayo cepet keluar paaaah, aku mau keluuuaaaar paaaah …. Oooooocccc iiiicch …”, teriak Narsih. Mendengar erangannya, aku makin terangsang, kenikmatanku mulai sampai ke ujung kontol, dan segera kumuntahkan air maniku untuk kedua kalinya hari itu jauh-jauh ke dalam rahimnya, “Aaaaach Narsiiiih, aku keluuuuaaaaar …..”. “Saaaamaaaa paaaaah, aku sampaaaaai jugaaaa …. Ooooch paapaaaaaah sayaaaaang ….. iiiiich …”.

Kupeluk Narsih erat-erat dengan kontol yang juga masih terkulum erat-erat oleh tempiknya, seakan-akan besok akan kiamat. Narsih, aku sayang kamu …

Setelah persetubuhanku dengan Narsih di pantai kota S, hubunganku dengan Narsih makin intim dan liar. Setiap ada kesempatan aku menggumulinya, di mana pun tempatnya, kecuali di kantor. Aku bisa menyetubuhi Narsih di rumah (tapi tak pernah di rumah Narsih), di dalam mobil di pinggir jalan raya, di pinggir hutan, atau di pinggir pantai, di motel atau hotel di beberapa kota (di antaranya kota S, P, Md, Ml, atau J). Malah aku pernah menyetubuhinya dalam keadaan menstruasi. Itu pun tidak terasa mengganggu, tetap terasa nyaman bagi kami berdua, sebab bagi kami prinsipnya semuanya dilakukan dalam kondisi kemaluan yang bersih.

Suatu saat, siang hari pukul satu, aku harus ke teman sejawatku di puskesmas lain se kabupaten yang cukup jauh dari puskesmasku untuk suatu keperluan yang berkaitan dengan pekerjaan. Aku mengajak Narsih karena memang aku perlu bantuannya. Perjalanan itu melewati hutan jati yang berbukit-bukit dan berliku tetapi aspalnya cukup mulus. Jarang sekali kendaraan atau orang yang melintasi daerah itu.

Persis ketika mobilku melintas hutan yang sepi itu, aku mulai tergoda melihat Narsih yang ada di sisiku. Dengan tangan kananku tetap menyetir, tangan kiriku mulai bergerilya mengelus-elus paha Narsih yang ada di balik roknya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga pahanya yang mulus sedikit gelap terpampang jelas di mata ku. Narsih kuminta untuk mencopot celana dalamnya. “Pa, hayo apa-apaan ini, koq main-main di jalan raya?” katanya. “Sudahlah Sih, aku sudah ngaceng lho.”, jawabku. “Hati-hati pa, lihat jalan, atau kita berhenti saja.”, dia memperingatkanku. Karena aku harus segera sampai ke tujuan, aku jawab: “Nggak usah, berhentinya nanti saja sepulang dari sana, nanti keburu ditinggal pergi oleh dokter Herman, ‘kan rugi kalau sudah jauh-jauh tapi gagal ketemu.” Narsih diam saja mendengar jawabanku itu, dan pelan-pelan dicopotnya celana dalamnya dan dimasukkan ke dalam tas tangannya. Begitu Narsih tak lagi memakai celana dalam, segera tangan kiriku makin naik menyusuri pahanya dan menyerobot masuk ke selangkangannya, kucari vaginanya, dan mulai kugeser-geser bibir tempiknya. Mulai terangsang, tangan kanan Narsih berpindah ke kontolku yang masih tertutup celana dinas. Merasakan tangannya yang mulai mengelus-elus kontol, aku bilang: “Sih, buka saja celanaku, sabuknya dilepas dulu, ayo …”. Narsih mulai melepaskan ikat pinggang dan resleting celanaku, setelah itu tangannya langsung menyelusup ke balik celana dalamku tanpa dilepasnya. Aku merasakan nikmatnya kontol yang dipijat halus oleh tangannya. Jari-jariku sendiri makin liar mengubek-ubek tempik Narsih, sampai dia mulai mendesis seperti biasanya: “Aaah paaah, kamu nakal paaaah …”. Narsih mulai menggeliat kenikmatan, dan tempiknya makin basah dan licin, sehingga jari telunjukku makin bebas menerobos masuk liangnya. Kelentitnya pun berhasil kumanipulasi dengan jari tengahku. Narsih makin menggeliat, “Paaaaah, aku nggaaak kuuaat lho paaaah. Berhenti saja di pinggir paaah, aku nggak kuuuaaaat paaah”, dia memohon tanpa sadar tangan kanannya memeras kontolku kuat-kuat, sehingga aku terkaget. Sebetulnya aku ingin menuruti permintaannya agar berhenti di tepi jalan, dan ngeseks di situ, tapi mengingat waktu, permintaannya sementara tak kuhiraukan. Mobil tetap kujalankan pelan, sekali-sekali berpapasan dengan motor atau truk. Dengan kadang-kadang kupakai untuk mengoper persneling, tangan kiriku tetap mengubek-ubek vaginanya yang makin basah. Narsih makin mengerang, sehingga akhirnya tangan kanannya melepas kontolku, dan kursi yang didudukinya direbahkannya sehingga Narsih berposisi agak berbaring, dan pantatnya dinaikkan karena rangsangan yang tak kuat ditahannya, “Aaaaccrhh paaaah, kamu menyiksa aku paaaah, aku sudah kepingin paaaah, ayo paaaah, sekarang saja kita main paaah….”, rintihnya. Rok luar dan dalam bagian depan kusingkap makin ke atas, sehingga tempik Narsih langsung tampak menyembul merekah, dengan tangan kiriku masih mengubek-ubek di dalamnya. Narsih terpejam menahan birahinya yang kelihatan makin menggelegak Aku sudah paham betul bagaimana raut wajah Narsih ketika terangsang kuat oleh birahi. Dia makin mendesah. Melihat wajah seperti itu aku pun makin bernafsu, sayang, tangan Narsih sudah dilepaskannya dari kontolku yang sebetulnya menghendaki kocokan agar aku pun bisa merasakan nikmatnya permainan ini sampai orgasme. Tempik Narsih makin basah dan makin basah saja. Tanganku tak berhenti memutar-mutar ujung kelentitnya, “Paaaaaah, aaaaddduuuuh paaaaah, aaaakuuu nggaaaak taaaahaaaan paaaaah, aku .. aku …. hampir sampaaaiii paaaah … oooooooocchhhh paaaah …”. Pantat Narsih makin naik, tempiknya makin merekah, dan tiba-tiba tubuhnya bergetar, dan pantatnya jatuh ke jok dan lemas. Orgasmelah dia, “Aaaacchhhh … sssshhhhh .. hhehhhh … paaaah .. ooooooocchhhh ….”. Dan wajahnya kemudian direbahkan ke kedua pahaku dan pipinya ditempelkan ke kontolku yang masih ngaceng. Tanganku pun kulepaskan dari tempiknya. Kubiarkan Narsih terengah-engah lemas di pangkuanku. Kuelus-elus sayang rambutnya yang sebahu itu. Kupercepat laju mobilku.

Mendekati tujuan, aku merapikan baju dan celanaku, tetapi Narsih nggak sempat memasang kembali celana dalamnya, karena dia kelelahan dan agak tertidur di pangkuanku. Ah, biar saja, siapa sih yang tahu Narsih nggak pakai celana dalam, kecuali kalau dia menyingkapkan roknya.

Aku cukup lama di rumah dinas sejawatku tadi, ngobrol kesana-kemari, karena dia dulu adalah seniorku di fakultas kedokteran. Setelah keperluanku selesai, aku pamit pulang. Hari sudah sore, pukul empat.

Di tengah perjalanan pulang, jalan di tengah hutan makin sepi karena sudah senja. Birahiku timbul kembali melihat suasana senja yang indah di hutan yang sejuk itu. Aku mulai merangsang Narsih kembali dengan membuka kancing-kancing baju dinasnya (sejak mulai berangkat pulang Narsih sudah merebahkan jok depan, dia dalam posisi setengah berbaring sambil memejamkan mata, karena ngantuk). Narsih tersadar akibat gerakan tanganku yang mulai meraba-raba BH nya. “Hayo … mulai lagi … nakal ih”, katanya. Aku nggak peduli, kontolku mulai ngaceng lagi. Di tempat yang agak datar dan cukup aman, mobil kutepikan agak menjorok ke arah hutan. Kemudian dengan cepat celanaku kubuka. BH Narsih kusingkap ke atas, sehingga susunya menyembul dengan indahnya, langsung kuisap dengan lembut puting kanannya. Narsih mulai mendesah lagi, “Paaaah … aaaccchhh …”. Rok luar-dalam Narsih yang tak bercelana dalam kusingkap sama sekali ke atas sampai terlihat pusarnya, lidahku berpindah dari pentil susu ke paha Narsih, kujilati dan kugigit-gigit sampai Narsih sedikit menjerit, “Paaaah ….”. Selangkangannya kurenggangkan, pelan-pelan bibirku kuarahkan ke vaginanya yang sudah terpampang indah bagai bunga merekah di depan mataku. Birahiku makin memuncak. Kulumat habis-habisan liang tempik Narsih, sehingga dia makin mengerang setengah berteriak, “Aaaaduuuh paaaah … cepet paaah, main saja yuuuk … oooooch ….”. Aku tak menggubris erangannya, klitorisnya kusergap dengan lidahku dan kupilin-pilin, Narsih merespons gerakan lidahku dengan makin mengangkat pantatnya sambil terus mengerang. Sudah nggak tahan lagi, aku berpindah tempat dari jok kanan ke jok kiri dan menindih tubuh Narsih yang setengah bugil dan mengangkang itu. Celana dalamku langsung kupelorot tanpa kulepas, dan dibantu dengan tangan Narsih yang sudah nggak sabar, kontolku kumasukkan pelan-pelan ke tempiknya yang sudah licin tapi kenyal itu. “Aaaach paaah …. Papa sayang Narsih paaaah?” dia bertanya. “Mengapa kamu tanya itu … jelas sayang dong .. aaah eeenaaak Siiih …” aku menjawab sambil mendesis keenakan.

Kontolku kumaju mundurkan dengan teratur, tanpa peduli pada beberapa kendaraan yang melintas di jalan itu. Bibirku melumat bibir Narsih yang mendesah-desah dan tubuhnya terus menggeliat. Agar aku mudah bermanuver, jok kurebahkan dan kumundurkan posisinya maksimal ke belakang. Hebatnya, walau pun dalam posisi yang tak terlalu menguntungkan karena sempit, Narsih tetap bisa membuat gerakan yang lumayan. Kedua kakinya dilingkarkannya ke pinggangku sehingga kontolku bisa tandas membenam ke dasar vaginanya. Enak juga posisi ini, dan suasana di tepi hutan lumayan romantis. Asyik dan unik. Agar lebih nyaman, kancing-kancing baju atasku kucopot walau pun baju tidak kulepas, demikian pula kulepas kaitan belakang BH Narsih dan kemudian BH nya kucopot sama sekali, sehingga dada telanjang kami bisa bersentuhan langsung. Kedua tangan Narsih dilingkarkan erat ke punggungku melalui sela-sela bajuku. Kami betul-betul bersatu, menjadi satu tubuh, bersetubuh, walau pun tidak bugil total. Kunikmati persetubuhanku kali ini dengan rasa sayang. Kuciumi rambutnya, belakang telinganya yang membuat Narsih terhentak-hentak mengelinjangkan pantatnya sehingga kontolku makin terkenyot oleh tempiknya yang melebar maksimal. “Aku makin saaayaaaang kamu papaaa … aku nggak mau dipisahkan dari kamu paaah, aku cinta kamu paaaah … kamu enak paaaaah … aaaaaaacchhhhhhhh paaaah,” erangnya sambil memejamkan mata. Tangannya makin erat merangkulku. Punggungku dicengkeramnya kuat. Keringat mulai bercucuran dari dada tubuh kami. Dada kami makin licin, sehingga gesekan antara dadaku dengan kedua susu Narsih yang kenyal itu makin terasa enak dan merangsang.

Kontolku makin kupercepat gerakannya. Narsih makin menggelinjang dan dadanya dibusungkan sehingga kepalanya terkulai ke belakang. Posisi tubuhnya makin terlihat seksi. “Aaaayoooo paaaah, aaaakuuu hampir orgasme lagi paaaah ….. “. Lingkaran kakinya makin dipererat sehingga pinggangku terjepit kuat, kontolku makin terbenam dalam. Aku pun terangsang hebat, rasa geli sudah pula mulai menjalar di seluruh tubuhku dan berakhir di ujung kontol. “Aku juga mau keluuuaaaaaar Siiiiiih …. Ayo Siiih goyang pantatmu Siih, kocoook yang keras Siiih ….”. Narsih menggeliatkan pantatnya kesana kemari sambil kedua tangan dan kakinya makin menjepitku erat. Aku makin merasakan keindahan percintaan dan persetubuhanku dengan Narsih. Sebentar kemudian, Narsih berteriak hampir bersamaan dengan lenguhanku juga, “Oooooiiiich paaaah Narsih eeeeenaaaaak paaaaah …., saaaaampaaaai paaaah …..”. Aku merasakan cakaran kuku-kuku jari tangannya di punggungku. “Akuu juuugaaaa Siiiih, ayo Siiiih rapatkan dan tekan lagi Siiiiih, aaaarrgggggh ….. hhhhhhh …. Hhhhh …”, aku pun menyemprotkan spermaku kuat-kuat ke dalam vagina Narsih. “Semproooot keras-keras paaaah, aaakuuuu saaa … saaaaayaaaaang paaaapaaaaaaah …. Ooooooohh …”.

Keringat kami membasahi seluruh tubuh, dada kami yang bersatu seperti diberi pelumas oleh peluh kami berdua. Angin berdesir dari luar mobil masuk ke sela-sela ke empat jendela mobil yang sedikit kubuka agar terasa sejuk. Oh indahnya persetubuhanku kali ini di tengah hutan jati yang lebat di atas bukit.

Aku tidak segera melepas kontolku dari tempik Narsih. Tangan Narsih sudah terkulai ke pinggir jok, demikian pula kakinya sudah berselonjor ke lantai mobil sambil mengangkang lemas. Sekali-sekali kuelus rambut dan dahi kekasih gelapku ini. Sekali-sekali kuciumi bibir dan wajahnya yang berkeringat deras. Demikian pula buah dadanya yang licin mengkilat oleh peluh sekali-sekali kubelai dan kucium lembut. Narsih tersenyum manis. Dia tampak sangat puas memadu cinta denganku meski bukan di tempat yang wajar.

Setelah berkemas, kami pulang dengan pikiran yang nyaman. Sesampai di rumah istriku mau pun suami Narsih tak mencurigai apa saja yang telah kami perbuat hari itu.

Dari hari ke hari, menurut pandanganku, Narsih makin seksi, makin manis dan makin menggairahkan. Benar kata orang, bahwa biasanya seorang wanita yang sedang jatuh cinta akan lebih cantik dan ceria, Narsih pun begitu, saat itu dia ‘kan sedang jatuh cinta berat padaku. Aku pun makin sayang padanya, sampai-sampai aku sering ‘cemburu’ bila saat dibonceng motor suaminya kulihat dia melingkarkan tangan ke pinggang sang suami. Setelah kukatakan padanya bahwa aku ‘cemburu’ melihat pemandangan seperti itu, maka dia tak lagi pernah melingkarkan tangan ke pinggang suaminya bila melewati depan rumahku. Lucu juga jadinya. Rupanya dia lebih mencintaiku daripada suaminya. Buktinya, Narsih selalu menuruti setiap keinginanku, termasuk menghentikan kebiasaannya mandi bareng dengan suaminya, karena aku tidak suka itu.

Aku tidak pernah ingin merusak rumahtangganya (hubunganku dengan suaminya sangat baik, kami biasa saling membantu pada saat-saat diperlukan), sebab aku pun tidak ingin rumahtanggaku rusak gara-gara perselingkuhanku dengan Narsih. Sebesar apa pun cintaku pada Narsih, aku masih tetap mencintai istri, anak, dan keluargaku. Bagiku cinta sebetulnya bisa dibagi, dengan kualitas yang sama penuhnya. Aku tetap ingin keluargaku utuh, sementara aku tetap bisa menyetubuhi kekasihku Narsih kapan saja aku ingin.

Di samping itu, perselingkuhan antara aku sebagai pimpinan puskesmas dengan Narsih yang perawat bawahanku tidak boleh mengganggu pekerjaan kantor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Kalau pun kami ‘terpaksa’ harus meninggalkan kantor untuk melampiaskan hasrat seksual di tempat lain pada saat jam kantor, terlebih dulu kupastikan bahwa ada petugas pengganti yang standby sehingga pelayanan tidak terganggu. Biasanya aku meninggalkan kantor pada jam-jam saat pasien sudah sedikit, atau pada hari-hari aku sedang tidak ada kegiatan ke lapangan. Semua kegiatanku termasuk bercinta dengan Narsih selalu kurencanakan rapi jauh sebelumnya (paling cepat 4-5 hari sebelumnya), sehingga semuanya beres. Pekerjaan beres, percintaan beres, dan, yang penting, tidak seorang pun mencurigai hubungan gelap kami.

Untuk komunikasi, kami masing-masing kebetulan memiliki HT (handy talky) 2 meteran ORARI (waktu itu belum ada telepon di daerahku, apalagi handphone), sehingga kapan pun aku bisa menghubunginya dengan mudah.

cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
Suatu saat Narsih harus mengikuti pelatihan keperawatan berkelanjutan di kota Mg yang sangat jauh dari rumah selama satu bulan. Bisa dibayangkan bagaimana kangenku padanya (saya kira Narsih juga mempunyai perasaan yang sama). Memang sih, dia setiap Sabtu sore pulang ke rumah dan Minggu sore balik ke Mg. Tapi saat dia pulang jelas tidak mungkin kugunakan untuk bertemu memadu cinta. Kesempatan kami bertemu selama ini hanya pada hari kerja. Tapi aku tak kurang akal. Ketika kebetulan istriku punya rencana mengantar anakku ke neneknya yang ada di kota J selama seminggu pada minggu depan, aku membuat janji dengan Narsih yang ada di Mg melalui telekomunikasi radio (HT), agar bilang pada suami untuk tidak pulang pada Sabtu-Minggu depan dengan dalih ada acara di pelatihan itu. Nah, pada saat itu aku bikin janji untuk menjemputnya di suatu tempat untuk kuajak menginap semalam di P, kota kecil di pegunungan yang sejuk. Dia setuju dengan rencana itu.

Tepat pada hari perjanjian itu, istriku sudah tiga hari di J dan baru pulang empat hari lagi, sore hari aku meluncur ke tempat rendezvous dan menunggu Narsih datang dengan bus dari Mg. Sekitar dua jam aku menunggu, benarlah Narsih datang dengan celana jin dan t-shirt ketat yang menambah keseksian dan kemanisannya. Ternyata tak salah aku mempunyai kekasih Narsih yang bisa dipamerkan (Tapi akan dipamerkan kepada siapa? Narsih pun bukan milikku.). Selama ini, terlihat jelas banyak lelaki yang memandang Narsih dengan kagum (mungkin sambil menelan ludah), terutama kalau dia sedang tak berseragam dinas hansip. Narsih berpenampilan cukup modis dan serasi dalam berpakaian, ditunjang pula oleh bentuk tubuh dan wajah yang menarik. Walau pun Narsih tinggal di desa kecamatan, dia tak kalah dengan ‘wanita kota’, juga tak kalah dengan istriku yang lumayan cantik. Bedanya Narsih hitam manis, istriku kuning ayu. Tapi Narsih mempunyai kelebihan, yaitu lebih seksi dan jauh lebih panas (tentu, lebih memuaskan) di tempat tidur. Soal intelejensia kukira Narsih tidak kalah dengan istriku (tampak dari cara mengemukakan pendapat dan apa isi pendapatnya), kekurangannya dibandingkan istriku tentu saja adalah tingkat pendidikannya.

Narsih langsung masuk ke mobil, dan kami segera meluncur ke P yang sejuk. Di jalan, tak henti-hentinya Narsih menyandarkan kepalanya di bahuku dan sekali-sekali mencium pipi dan telinga kiriku dengan mesra. “Aku kangen pa, kita lama ya nggak ketemu, dua minggu lebih. Di Mg aku selalu memimpikan kamu pa. Anehnya Narsih sama sekali nggak pernah kangen pada Bakdi suamiku, apalagi mimpi dia.”, katanya. “Kalau begitu, sama dong kangennya”, ujarku senang.

Nakalnya, Narsih kadang-kadang secara tiba-tiba menyentuh dan meremas kontolku ketika aku lagi konsentrasi nyetir di jalan yang berkelok-kelok itu sampai aku terkaget-kaget.

Menjelang magrib, kami sampai di P dan kami mulai mencari-cari villa yang bisa disewa. Akhirnya ketemu sebuah villa yang cukup besar dan berpemandangan indah di sekitarnya, dengan harga sewa yang tak terlalu mahal. Halamannya cukup luas dengan garasi terpisah dari rumah cukup untuk dua mobil. Villa itu mempunyai 3 kamar tidur, salah satunya adalah kamar tidur utama dengan ukuran cukup luas 7 x 5 meter dengan kamar mandi dalam yang mempunyai bath tub dan shower dengan air panas-dingin. Di dalam kamar tidur utama terdapat lemari besar memanjang dengan cermin sepanjang salah satu dinding sejajar dengan sebuah ranjang besar. Dapur kering, ruang makan dan ruang tamu tidak dipisahkan oleh sekat apa pun. Pokoknya villa dengan kondisi yang lebih dari cukup untuk memadu cinta bersama kekasih sehari semalam.

Petang itu penjaga villa (suami-istri menjaga rumah itu di kamar belakang yang terpisah dengan rumah induk) kuminta membelikan makan malam dan makanan kecil, agar malam itu kami tak terganggu oleh tetek-bengek apa pun, sebab aku merencanakan menghabiskan akhir pekan ini dengan kenangan indah yang dahsyat tak terlupakan.

Saat magrib tiba, setelah mandi, Di petang yang dingin itu kami mulai bercengkerama bebas, saling memeluk, mencium dan menggoda di kamar. Lama-lama aku mulai tak tahan, karena sudah beberapa minggu tak ketemu, aku cepat beranjak panas. Di depan cermin rias, Narsih yang berdaster motif kembang dengan tali penutup dada di depan tanpa celana dalam dan tanpa BH dengan ganas sambil berdiri mulai kupeluk dari depan. Bibirnya kulumat dengan nafsu yang berkobar, Narsih pun membalas tak kalah panasnya. Sambil memilin lidahku, celana kolorku dipelorotnya cepat, dan mengacunglah kontolku dengan gagahnya, sebab aku tak memakai celana dalam. Aku pun melolosi tali depan daster Narsih, dan tersibaklah buah dadanya yang memungkal indah itu. Kedua pentil susunya segera kuserbu dengan jilatan lidahku, seluruh pentil dengan areolanya kukenyot dengan kuluman lidahku tanpa ampun. Narsih mengimbanginya dengan mengelus kontolku dengan pijatan-pijatan halus. Tubuh Narsih pun mulai menggelinjang tak teratur, sambil menggumam, “Aku kangeeen paaah …. “. Nafsuku memuncak tatkala mendengar gumamannya itu. Narsih kududukkan ke atas meja rias membelakangi cermin. Bagian bawah dasternya kusingkap jauh ke atas sampai kelihatan jembutnya yang tipis, dan pahanya kurenggangkan selebar mungkin dan perutku yang sudah telanjang kutaruh di sela-sela selangkangannya. Tangan kananku mulai mengelus jembut dan turun ke bawah ke lipatan selangkangan sampai menemukan liang yang mulai licin berlendir, jariku pun mengelus dan mengorek apa saja yang ada di sana. Narsih merintih cukup keras, “Paaaah, lama nggak begini ya paaaah …, ooooccchh … aaaargghhhh ….”. T-shirtku yang masih kupakai dilepasnya, lalu dadaku yang sudah telanjang dengan rakusnya diciumi oleh Narsih. Aku yang gantian menggelinjang kegelian enak. “Aduuuh Siiiih …, kamu pinter merangsang Siiih ..”. Tak kalah dengannya, dasternya pun kulepas melalui kepalanya, sehingga sekarang kami berdua telanjang bulat. Pemandangan itu makin menaikkan birahi berlipat-kali karena kami bercumbu persis di depan cermin rias, sehingga seperti nonton blue-film. Rupanya Narsih sudah tak tahan lagi sehingga, tanpa permisi kontolku yang persis berada di depan vaginanya segera dimasukkannya ke liangnya. Aku yang juga tak sabar karena sudah begitu kangen dengan tempiknya, setuju saja. Dengan masih duduk di atas meja rias, Narsih sambil bertelekan dengan satu tangan di atas meja, tangan satunya menarik pantatku ke tubuhnya, sehingga cepat terbenamlah kontolku dalam-dalam ke tempiknya yang memang sejak tadi sudah siap. “Aaaachhh paaaaah … eeenaaaak …. Goyang paaah …. Aku kangeeen … ayo paaaah …”. Narsih memang tak pernah menyembunyikan ekspresinya ketika bersetubuh. Dia ucapkan semua yang dirasakannya secara lepas-bebas. Itulah yang membuatku makin lengket padanya. Sekarang kedua tangannya disandarkan pada meja, dadanya membusung dengan kepala agak terkulai ke belakang, betul-betul pemandangan yang indah dan begitu seksi. Kocokan kontolku kukontrol ritmenya, mundur sampai hampir terlepas, dan cepat kumasukkan lagi dalam-dalam, begitu di dalam kuputar dengan pangkal pubis kugeserkan ke klitorisnya. Begitu berkali-kali. Kurasakan enaknya gerakan ini, Narsih pun merasakan hal yang sama, dia makin mengerang dan merespons dengan memutar pinggulnya sambil menjepit pantatku dengan kedua kakinya. Keenakan, lebih-lebih dengan adanya tambahan rangsangan bayangan di cermin, aku menjadi mendengus, “Narsiiih … kamu enaaak Narsiiih …. Kita bikin anak di sini ya Siiih …. Ssshhh …”. “Iya paaah … aaaachhhh …. Teeeruuuus … teeeruus paaaah … “.

Merasa mau orgasme, kuhentikan gerakanku, sebab aku nggak mau mendahului Narsih yang belum sampai (aku kasihan pada Narsih kalau aku duluan selesai). Narsih kuminta turun dari meja, kontol kucabut, dan Narsih kuminta berbalik menghadap cermin. Pemandangan menjadi makin indah. Kurenggangkan selangkangannya sambil sedikit membungkuk, dan kumasukkan kontolku dari belakang. Narsih agak malu melihat dirinya di cermin dalam keadaan bugil disetubuhi seperti itu. Wajahnya yang malu-malu dengan keadaan polos seperti itu makin manis dan meningkatkan birahiku, apalagi melihat kedua susunya yang berukuran tak begitu besar itu menggantung bagus. Setelah kontolku masuk, tubuhnya agak kutegakkan, kedua tanganku kubawa ke depan dan kedua susunya kuraba dan sedikit kuremas, lehernya kujilat dari belakang, sehingga Narsih melenguh kembali, “Aaaduuuh paaaah … kamu pintaaar paaah … aaku … aakuu … eeenaaak paah ..”. Tangan kiriku kuturunkan ke bawah mengocok kelentitnya, bersamaan dengan kocokan kontolku di vaginanya. Perlakuan itu kupertahankan beberapa lama sampai Narsih betul-betul nggak tahan, geliatannya menjadi tak teratur, dan teriakannya (betul-betul teriak!) makin keras, “Aaarrgghhhh paaaah, akuuu maaauu saaampaaai paaaah, ayo teeruuss ….”, ibu jariku yang ada di dadanya dibawanya ke mulut dan diempotnya. Pemandangan di cermin makin asyik. Akhirnya, aku nggak tahan, “Aaayoo Siiih, aku keluuuaaar Siiih …” “Aakuu juugaaa paaaah … aaaccch oooooocccchhh …… hhh … hhhh …. Papa saaayaaaang …. Oooocchhh … “, desahnya juga. Air maniku menyemprot beberapa kali, diterima dengan denyutan otot vagina Narsih yang nikmat. Tubuhku dan tubuh Narsih sama-sama berkelojotan di depan cermin. Wajahnya kutolehkan agak ke samping dan kucium mesra bibirnya … lama sekali …

Merasa capek, Narsih kubawa berbaring ke tempat tidur, kuambil selimut dan kututupkan pada kedua tubuh kami, lalu kupeluk dia berhadapan sambil kucium. Dia akhirnya tertidur dalam dekapanku.

Rupanya aku ikut tertidur. Begitu terbangun, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam lebih. Lumayan lama aku tertidur. Narsih kulihat masih pulas, suara napasnya halus dengan ritme yang teratur. Capek sekali rupanya dia setelah mengalami perjalanan jauh dari Mg. Kucium pipinya dan kuelus rambutnya dengan rasa sayang. Wajahnya tetap manis.

Aku pipis dan membersihkan diri ke kamar mandi, dan ketika kulihat meja makan, di sana sudah tertata rapi makanan malam (pasti ditata oleh pak atau bu penjaga villa). Pikirku, “Jangan-jangan penjaga villa mendengar ‘keramaian’ di kamar tadi. Ah, biarin.”. Aku menyeduh kopi dan secangkir teh manis hangat untuk Narsih. Tiba-tiba Narsih sudah ada di belakangku dengan berdaster. Kuajak dia makan bersama, karena perut kami sudah lapar.

Setelah makan malam, kami duduk-duduk di sofa kamar tamu sambil berangkulan, kepala Narsih di sandarkan ke bahuku. Inilah pengalaman pertama kami bisa menikmati suasana sesantai ini.

Malam itu pula aku mendengar segala problema Narsih yang menyangkut kehidupan keluarganya. Ayah Narsih ternyata sudah beberapa lama, sejak Narsih di SMP, meninggalkan keluarganya tanpa kabar berita, sehingga Narsih dan adik-adiknya (Narsih adalah sulung) kurang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Katanya, dari diriku, selain mendapatkan kepuasan seks, dia telah mendapatkan kasih sayang penuh, yang selama ini didambakannya. Selain itu, aku dinilainya sebagai lelaki sejati yang bisa memperlakukan wanita dengan baik. Sikapku halus, galant dan menghormati wanita. Dia selama ini juga memperhatikan bagaimana sikapku terhadap wanita-wanita lain, seperti terhadap istriku, teman kantor, tetangga, atau pasien.

Kepribadian dan perilaku suaminya, Bakdi, dinilai sangat jauh tak sebanding denganku. Bakdi kekanak-kanakan, dan sangat tergantung pada orangtuanya. Narsih mengaku pernah mendapatkan perlakuan seksual secara semena-mena dari suaminya. Misalnya, beberapa kali Bakdi, ketika sedang berhubungan seksual, memaksa memasukkan seluruh kepalan tangannya yang besar ke dalam vagina Narsih. Aneh. Hal itu sangat menyakitkan baik secara fisik maupun mental, yaitu melecehkan harga dirinya sebagai wanita. Narsih merasa diperlakukan seperti pelacur oleh suaminya sendiri. Perlakuan-perlakuan semacam itu sudah dialami Narsih sejak beberapa bulan setelah menikah. Namun, karena baktinya pada sang suami, Narsih tidak banyak memprotes, dia hanya menangis saja. Dia sudah pernah menceritakan keadaannya kepada ibunya, tetapi ibunya meminta Narsih untuk tetap sabar. Demikian pula soal kehamilannya yang tak kunjung tiba, padahal dia sudah kawin lebih dari dua tahun.

Ketika Narsih menceritakan semuanya itu, tak terasa air matanya meleleh, dan akhirnya tersedu. “Aku kepingin mempunyai suami seperti papa Wawan. Istrimu sangat beruntung ya pa, mendapatkan suami seperti kamu. Tapi, aku nggak mau mengganggu kehidupan rumahtangga papa. Aku hanya ingin ikut merasakan kasih sayang papa yang tulus padaku. Tak lebih.”, katanya. “Jujur aku katakan, Narsih juga selalu ingin berhubungan seks yang nikmat. Aku nggak pernah mendapatkan kepuasan sejati dari suamiku yang kasar itu. Mungkin aku hiperseks karena aku nggak pernah merasa puas. Terus terang, dulu sebelum ketemu papa Wawan, aku sering mempermainkan kemaluanku sendiri untuk mendapatkan kepuasan. Itu pun nggak selalu berhasil. Jadi pa, aku sangat berterima kasih padamu, karena setiap berhubungan dengan papa aku selalu bisa orgasme. Terima kasih pa”, katanya lagi sambil mengusap air matanya dan merebahkan diri ke pangkuanku. Sambil menghapus air matanya dengan tangan dan jilatan lidahku, aku menjawab: “Narsih, kamu jangan memujiku berlebihan. Rumput di halaman tetangga selalu kelihatan lebih hijau.”

“Ah, nggak juga pa. Aku sudah pernah berpacaran dengan orang lain, dengan teman sekolah ketika di sekolah perawat dulu, atau dengan mas Totok tetangga di depan rumah itu. Semuanya nggak ada yang punya sikap seperti papa. Juga, maaf, aku mau terus terang lagi, aku sudah pernah main seks ketika berpacaran dengan mas Totok beberapa kali, tapi toh aku belum pernah merasa puas seperti yang kualami dengan papa.”, jawabnya. Aduh, senangnya bukan main aku mendengar kata-kata Narsih seperti itu.

Rambut Narsih kuelus dengan lembut. Narsih masih berbaring dipangkuanku di sofa. Malam makin larut dan dingin. Birahiku timbul kembali. Dengan perlahan kuelus susu Narsih dibalik daster yang tak berBH itu. Narsih pun menggeliat. Dadanya diangkat dan bibirnya direkahkan ingin kucium. Tak ayal kusambut bibirnya yang basah itu, dan kulumat dengan penuh nafsu birahi. Tali dasternya kembali kubuka dan susunya kuremas-remas. Tanganku yang lain menyusur kakinya ke atas dan ketika sampai di lipatan vaginanya, jariku kuelus kedalam liangnya yang sudah kembali basah dan licin. Sebaliknya Narsih mulai mencari kontolku dibalik celana kolor yang kupakai. Tangannya dimasukkan ke balik kolor itu, dan kontolku mulai dipermainkannya dengan trampil. Aku tak tahan, lehernya kucium. Narsih mengerang lagi seperti biasanya, “Aaaachhhh paaaaah … eeecch ..ssh …”. Mendengar itu aku makin panas, seluruh lehernya kujilat, dan kuberi cupang merah di bagian kiri lehernya. Aku berani memberi cupang, karena toh selama seminggu ini Narsih pasti nggak akan ketemu suaminya.

Narsih menarik kontolku keluar dari kolor, kemudian diciumnya kontolku dan dijilat-jilat setengah dikulum. Kenikmatan mulai terasa. Narsih mulai pintar mengulum kontol. Aku segera berputar mengarahkan mulutku ke vagina Narsih dan sambil kontol masih tetap dikulumnya. Tanpa melepas dasternya lidahku kujulurkan ke tempik Narsih, dan kuisap liangnya yang berlendir itu. Narsih melepas isapan pada kontolku mengerang, “Paaaah, aaaarrrgghhh paaah … eeenaaaak paaaah ….”. Tak kupedulikan erangannya, kucari kelentitnya dan kuisap pula, sambil satu jariku kumasukkan ke vaginanya untuk mengorek dinding dalam depannya. Narsih menggeliat tak teratur dan makin menjerit, “Paaah … sudaaaah paaaah … aku nggaaaak kuuuaaaat …. Suuudaaaah …”. Rupanya dia terangsang hebat. Aku masih tak peduli. Korekan jariku kuteruskan ritmis, dan mulutku berpindah ke paha dalamnya, kujilat-jilat menyusuri sepanjang paha ke atas bawah dan sedikit kugigit kecil. Gelinjang Narsih makin menghebat, kontolku sudah dilepas, dan tangannya meremas kuat kain pinggiran sofa, “Aaach paaa, aaaayooo paaah… masukkan saja, aku nggak tahaaan … paaaah …”.

Kasihan juga mendengar erangannya itu, kuputar tubuhku sambil melepas t-shirt dan kolorku (terasa sekali dinginnya hawa pegunungan), Narsih pun membuang dasternya. Di sofa itu pula kulebarkan paha Narsih, kumasukkan kontolku tanpa ampun ke tempiknya. Narsih mendesah kenikmatan, juga aku, “Ssshhhhh, Narsiiiih …”.

“Paaaah … aku jangan ditinggal ya paaaah … papah masih sayang Narsih paaaaah? …. Oooooccchhhh iiiichh …”, desah Narsih sambil pantatnya diangkat sehingga kontolku makin tandas masuk ke dalam tempiknya yang sempit enak itu. “Yaa Siiiih, aakuu … aakuu maakiin sayaaang kamuu … kamu eeenaaaak … “. “Paaapaaah ….”.

Aku yakin erangan Narsih terdengar di luar karena begitu kerasnya tak terkendali.

Posisiku sedikit kuubah, aku agak duduk dengan satu kaki kutaruh di lantai dan kaki lain kutekuk lutunya, pantat Narsih sedikit kuangkat dan kutahan dengan tangan. Gerakan kontol kukontrol penuh dengan memaju-mundurkannya dibantu tanganku yang memaju-mundurkan pantat Narsih. Aku bisa melihat masuk-keluarnya kontolku di tempik Narsih. Karena sempitnya tempik Narsih, maka ketika setiap kontolku kutarik keluar, bibir depan vagina Narsih ikut tertarik keluar. Begitu seterusnya. Pemandangan asyik itu jelas makin menaikkan birahiku ke ubun-ubun. Narsih makin terengah-engah. Jeritannya makin menjadi-jadi, “Oooooiiichhh paaaah, ayo cepet paaah, goyang cepeeet paaaah ….”. Tangan Narsih makin mencengkeram kuat pinggiran sofa menahan birahi. Tangan kiri kupakai meremas susunya yang bergoyang-goyang indah. Narsih menggeliat dan merintih, mulutnya terus mendesis dan matanya terpejam. Kepalanya mulai bergoyang juga. Aku kembali merebahkan dadaku padanya, dan kuhangatkan tubuhnya, kedua tangannya sekarang mencengkeram punggungku, tanganku ikut melingkari punggungnya. Kontolku terus kukocok sambil kugeserkan pangkalnya ke kelentit yang terasa menegang. Keringat kami mulai bercucuran, sehingga melicinkan gesekan kulit dari dada sampai ke pubis. “Aaadduuuuh paaaah, kamuu … eeeenaaak …. Paaaah …”. “Kamu juga Siiiiih …”.

cerita sex,cerita dewasa,cerita mesum,cerita ngentot, ngentot artis, cerita bokep
“Aaaayooo paaaah bikinkan anak paaaaah ….. aaakuuu pingin anaaaak paaaah …”. “He’eeh Siiih … kubikinkan anak Siiih …”.

Narsih memindahkan tangannya dari punggungku, ganti dia pegang kedua paha belakangnya dengan kedua lutut ditekuk, sehingga selangkangannya terbuka lebar-lebar. Dia rupanya sudah begitu enak menikmati permainan itu. Tempiknya terus digoyang-goyang. “Paaaah …. Aaakuuu eeenaaakk sekali …. Teruuuus paaaah …. gooooyaaang Narsih teeeruuuus paaaah … ooooccchh … Yaaa … aaampuuuuuun …. oooooooocchhhh …. ”

Tapi, kali ini kontolku agak tahan, belum ada tanda-tanda orgasme. Masih di sofa, posisi Narsih kubalik, dia di atas aku di bawah. Dengan tertelungkup, kedua paha Narsih kulebarkan, dengan satu kakinya menyentuh lantai. Dengan lutut sedikit kutekuk aku masih sanggup mengontrol gerakan. Dengan posisi itu rupanya Narsih lebih enak. Buktinya gerakan kocokan vaginanya makin cepat, aku pun menaik-turunkan kontolku sambil kedua tanganku memaju-mundurkan pantat Narsih. Narsih makin cepat saja bergoyang, “Aaaaaah paaaah … akuuu muuuulaaaai saaaampaaaai lagiiii paaaah …. “. “Teruskaaaan Siiiih, akuu juga enaaak …. , desisku yang memang merasa enak juga.

“Aaaayoooo paaaah … paaah aaaakuuuu saaaampaaaai paaaah ….”, betul-betul Narsih sudah sampai secepat itu setelah posisinya di atas. Dia menggeliat dan merebahkan seluruh tubuhnya yang berkeringat banyak ke tubuhku, padahal udara sedingin ini. Sayang, aku belum orgasme. “Aaaduuuh paaaaah, aku sampai duluan, padahal papa belum apa-apa. Nggak apa-apa ya pah …?” “Nggak apa-apa Sih, nanti juga kamu bakal kugarap habis-habisan supaya aku bisa orgasme habis-habisan juga”. “Ih, papa jahat …”, katanya tetap di atas tubuhku sambil mencubit pantatku, lalu dia mencium bibirku lembut.

Agar tak kedinginan, kuajak Narsih masuk kamar. Dan kami kembali berselimut sambil tetap bugil berpelukan berhadapan, sekali-sekali berciuman mesra. Tidurlah sayangku, tidurlah …

Kami tertidur sampai pagi.

Agar dingin tak terlalu menyengat, semua lampu kamar, yang tadi malam hampir semua kumatikan, kali ini kunyalakan sehingga suasana terang benderang.

Dari kamar mandi kami berpelukan rapat lagi, masih bertelanjang bulat di bawah selimut. Hawa dingin menerobos masuk ke dalam kamar. Hawa seperti ini, ditambah dengan pergesekan tubuh kami yang telanjang, membuat nafsu birahi kembali menggelegak, apalagi pada permainan kedua tadi malam aku belum orgasme, sehingga aku berhasrat melampiaskan ‘dendam’ di subuh yang sangat dingin ini.

Aku mulai menciumi bibir Narsih sambil menggeser-geserkan dada kami yang telanjang, selangkangan kami saling bergesekan, kontolku langsung bersentuhan dengan bibir vaginanya, sehingga kontolku terbangun kembali dengan sempurna. Narsih juga sudah terangsang, lidahnya mulai mencari langit-langit mulutku. Tanpa sadar selimut kami sudah terjatuh sehingga tubuh-tubuh bugil kami tak tertutup apa-apa lagi. Ketika kulihat cermin besar di sepanjang lemari dinding, makin menggelegaklah nafsuku, melihat tubuh-tubuh bugil kami yang saling berpelukan tertampang jelas di cermin itu. Narsih melihat itu agak tersipu, tapi rupanya dia juga makin terangsang, buktinya, lipatan selangkangannya makin digesekkan pada selangkanganku yang kontolnya sudah ngaceng.

Aku menindihnya kembali sambil terus menggesekkan bagian tubuh kami, rasanya enak, apalagi udara begitu dingin. Narsih sudah mengangkangkan pahanya lebar-lebar. Aku gesekkan terus kontolku ke permukaan bibir tempiknya. Cukup lama. Narsih sudah merintih. “Paaah …. Masukkan saja paaah ….”. Tanpa kulakukan manipulasi lagi pada susu, tempik dan kelentit, birahi Narsih sudah sampai di puncak. Udara dingin itulah rupanya yang menyebabkannya.

Segera saja kumasukkan kontolku pelan-pelan ke dalam tempiknya yang sudah basah (betul juga, Narsih sudah terangsang berat). Dan agar agak sensasional, aku bergeser sambil memegangi pantat Narsih agar kontolku tak terlepas dari vaginanya, lalu kusandarkan punggungku pada pinggir bagian kepala tempat tidur sedikit terduduk, kakiku kuselonjorkan, sehingga Narsih duduk di pangkuanku dengan kontolku terbenam pada tempiknya. Narsih kuminta bergerak maju-mundur yang kubantu dengan gerakan tanganku pada pantatnya. Sementara mulutku menjilati kedua puting susunya yang persis ada di depan wajahku. Narsih, lagi-lagi mulai mendesis, “Ooooooh paaaah …. Aaaaduuuh ….. “. Sementara kami bergoyang maju-mundur, kulirik cermin besar di lemari dinding. Aduh, menggairahkan sekali. Kira-kira kalau adegan ini difilmkan, rasanya akan laku keras, sebab si wanitanya manis dan begitu seksi dengan tubuh yang merangsang nafsu lelaki mana pun. Gerakannya pun pasti membuat siapa pun akan tidak tahan lama untuk segera ejakulasi.

“Narsih, lihat itu di cermin, kamu seksi banget …”, kataku. Narsih melihat cermin, dan tanpa kuduga, dia melenguh dan mempercepat gerakan maju-mundurnya yang disertai gerakan memutar permukaan pubis atasnya agar kelentitnya langsung bergesekan dengan pangkal kontolku, tangannya makin erat merangkul leherku, “Aaaaaah paaaah … aaaaah …. Iiiichhh paaaah …”. Mungkin akibat melihat bayangan menggairahkan di cermin itu, Narsih tambah bernafsu. Aku ikut memutar pinggulku sehingga pangkal kontolku bisa bergesekan langsung dengan permukaan kemaluan Narsih bagian atas. Aku merasakan betapa nikmatnya posisi ini. Tanpa sadar aku telah mencupang beberapa tempat di sekitar pentil susu Narsih, baik susu kanan mau pun kiri. Biarin, pikirku. Beberapa cupang merah-biru di tubuh Narsih makin membuat nafsuku meninggi. Tambah seksi dan hot.

“Aaah, Narsiiiih …. Kamu hebat!”.

“Papah yang hebat … ooooooh paaaah …..”, erang Narsih.

Posisi ini tak bertahan terlalu lama, karena membutuhkan enersi yang cukup besar. Narsih kubaringkan kembali miring membelakangiku menghadap cermin lemari dinding. Lalu, selangkangannya kurenggangkan lebar, dan kontolku kumasukkan dari belakang. Bayangan di cermin makin membuatku bernafsu, sebab dari cermin itu kami bisa melihat keluar masuknya kontolku ke tempik Narsih. Tanganku yang bebas kupakai untuk meraba dan menggesek-gesek kelentit Narsih, sedang mulutku melumat leher samping dan telinganya. Merasakan perlakuan yang makin merangsangnya itu, Narsih tanpa sungkan berteriak keras di pagi subuh itu, “Oooooiiihhhhh paaaaah, aaaakuuuu eeeenaaaak paaaaaaaaaah …… paaaaah eeenaaaak ….. masukkan semuaaanyaa paaaaah …. seeemuuuaaaaa …”.

“Siiiih … aakuuu cinta kamuuu Siiiih …. Hhhh hhhhhhehhh …”, bibirku mendesis keenakan.

“Iiiyaaaa paaaah …. Aaaakuuuu ciiintaaaa paaaapaaah … akuuuu cintaaa … oooooochhhh … paaah”.

Dari leher, lidahku turun ke punggung, kujilati dan kugigit yang bisa kugigit. Punggungnya menjadi merah-merah juga. Kali ini hampir seluruh bagian tubuh Narsih terlukis bekas gigitan dan cupangku merah-biru. Di leher ada cupang di bagian depan dan samping , di daerah susu kanan dan kiri, di pangkal paha bagian dalam, di punggung atas dan tengah. Saya nggak tahu bagaimana nanti Narsih menyembunyikan cupang yang ada di lehernya dari penglihatan teman-teman sepelatihannya di Mg.

“Paaaah, aaaakuuuu saaaampaaaai laagiii … paaaaah …. Ooooooh … aaaah … paapaaaah …”, tiba-tiba dia mendesah keras sambil menggelinjang meregang. Lemas. Oh, Narsih sudah orgasme duluan, padahal rasanya aku hampir juga.

Aku tidak mau kehilangan momentum lagi untuk orgasme, aku ingin secepatnya orgasme juga. Maka, tak peduli Narsih sudah lemas karena orgasmenya, dia kuangkat dan kubaringkan telentang ke atas tubuhku dalam posisi membelakangiku. Kontolku yang masih tegang tetap menerobos tempiknya dari belakang. Narsih yang sudah lemas itu kukocok tempiknya dengan kontolku yang makin liar. Aku lihat bayangan di cermin, makin asyik adegan itu, terlihat betapa indahnya tubuh Narsih di atas tubuhku telentang sambil susunya kuremas dari belakang dan kontolku masuk maju-mundur dari belakang, kepala Narsih terkulai ke belakang dengan jari-jari meremas seprei kasur, sambil mulutnya kulumat dengan mulutku dari samping. Ah, menggairahkan sekali …

Narsih hanya bisa bergumam lirih, “Hhhhhehhh hhhh sssshh …. Paaaah … paaaah … aku nggaaak kuuuaaaat paaaah ….”. Kurasakan tempiknya berdenyut-denyut, sehingga kontolku pun merasakan enaknya dipijat-pijat.

Remasan tangannya pada seprei makin menguat, sampai seprei itu tertarik. Dalam hatiku, apakah Narsih mulai bernafsu kembali?

Ternyata benar, pantatnya digerakkan maju-mundur sehingga kontolku seperti diperas-peras, “Oooooh eeenaaaak Siiiih …. Betul begitu Siiiih ….”. Narsih makin bergoyang tidak hanya maju mundur, juga berputar-putar. Sementara kontolku bergerak dari belakang, tanganku mengucek klitorisnya lagi dari depan. Terus kuucek. Narsih menggelinjang kembali dengan kerasnya, seprei makin tertarik. “Ooooooh paaaah … kamu jaaahaaaat paaaah …. Eeeenaaaak paaaah …. Oooooh ….”.

Aku sudah mulai tak tahan. Rasa geli sudah melanda sekujur tubuhku. Akhirnya aku mendesah keras ketika air maniku memuncrat ke dalam tempik Narsih, “Naaaaarsiiiiih … aakuuuu keluuuaaaar ….. hhhheh hhhhh ….”. Narsih juga ikutan meregang dan mendesah, “Paaaah …. Aaaakuuuu juuugaaaa …. Oooooooohhhhh …. Terima kasih paaaah ….”.

Kedua tubuh kami melemas tak bertenaga lagi. Kontolku lepas dengan sendirinya dari tempik Narsih, sementara masih memuncratkan spermanya di luar sehingga membasahi jembut dan paha Narsih, juga meleleh di seprei.

Segera Narsih kubaringkan ke sampingku dan kupeluk lagi erat-erat sambil kuciumi dahi, pipi dan bibirnya dengan rasa sayang yang tak terhingga. Semalaman ini aku telah merasakan kenikmatan yang tak ada taranya.

Hari sudah mulai terang …

Sepagian kami bercengkerama dan bercumbu sambil menikmati pemandangan alam sekitar lewat jendela kamar yang kubuka lebar-lebar. Beberapa kali di hari itu kami bergelut memadu cinta sepuasnya. Dan siangnya, setelah matahari mulai turun, Narsih dengan berat hati kuantar ke terminal bus kembali ke Mg.

Sejak tahun ketiga masa dinasku di puskesmas itu, aku tinggal sendirian di rumah dinas, keluargaku (istri dan anak) tinggal di rumah yang kami beli di S, agar istri tidak kecapekan pulang pergi ke kantornya yang berada di S. Sebelumnya, anakku lebih banyak dibawa neneknya yang tinggal di J. Selama sisa masa dinasku itu, aku jadikan Narsih sebagai pengganti istriku.

Selama ini perselingkuhanku aman-aman saja, meski ada staf priaku yang agak-agak curiga, karena dia hampir memergokiku menggeluti Narsih di kamar tidur rumahku pagi hari sebelum jam kantor buka.

Di pagi hari itu, seperti biasanya, ketika suami Narsih sudah pergi ke pabrik, pembantuku belum datang (biasanya pukul 7), seperti hari-hari sebelumnya Narsih ke rumahku menemuiku untuk meminta ‘jatah sperma pagi’, tetapi agar tidak mencurigakan dia membawa makanan untuk sarapan buat, sebab pembantu rumahtangganya memang diminta istriku untuk menyediakan sarapan pagi buatku setiap hari. Biasanya dia datang ke rumah sudah memakai baju dinas melalui pintu belakang.

Pagi itu, begitu datang langsung kuajak masuk ke kamar tidur (ada dua tempat yang biasa kami pakai ngeseks, yaitu kamar tidur atau kamar periksa). Kedua pintu rumah, belakang dan depan, tak pernah kututup kalau Narsih ke rumah, agar tidak membawa kecurigaan orang lain.

Untuk kegiatan ’seks harian’ seperti ini kami tak banyak melakukan foreplay, sebab waktunya sempit dan situasinya tak aman benar.

Begitu masuk ke kamar tidur, pintu kamar kukunci, dan langsung Narsih kupeluk dan kuajak tiduran di ranjang, rok bawahnya kusingkap jauh-jauh ke atas, sehingga tempik Narsih terpampang indah (seperti biasanya, Narsih datang tanpa bercelana dalam, celana dalam di simpannya di saku rok, dan baru dipakai menjelang pulang). Hari itu aku hanya memakai sarung dan kaos oblong. Sarungku dan celana dalamku kulepas, sedang kaos oblongku kusingkap saja sampai ke leher, kemudian kutindih Narsih yang sudah merenggangkan selangkangannya lebar, lalu kontolku yang sudah siap menunggu, tanpa berlama-lama kumasukkan ke dalam liangnya. Kancing kemeja dan BH Narsih kubuka tanpa kulepas, kuremas tetekya dan kulumat bibirnya, sampai dia merintih lirih, “Aaaaaacchhhh paaaah … cepeeeet kooocoook yaaang …. Cepeeet … “. Kontolku kugerakkan dengan irama beraturan sementara nafasku memburu.

Karena terburu waktu, aku dan Narsih tak terlalu lama mencapai orgasme (menurut pengalamanku, stress, misalnya akibat desakan waktu, ternyata bisa berperan dalam mempercepat datangnya orgasme, tapi pada penyebab stress lain kadang-kadang justru sebaliknya), kurang lebih setelah sepuluh menit. “Aaaaahhhh Siiih, aaakuuu keeluuuaaar … “, desisku lirih. Badanku mengejang, yang diikuti dengan mengejangnya tubuh Narsih. “Aaaakuuu juuuugaaa paaaah …. Hhhh hhhhh sssshh … iiicchhh ….”. Aku menciumnya kembali, dan sejenak kubiarkan semprotan maniku beberapa lama di vaginanya. Denyutan otot tempiknya terasa di ujung kontol. Aku hampir selalu puas dengan Narsih, sebab Narsih cepat orgasme, padahal menurut pengakuannya dia sukar terpuaskan oleh suaminya, sehingga dulu aku cukup cemas bakal sukar memuaskannya.

Setelah beristirahat sejenak dengan kontol yang kubiarkan tetap berada di liang tempiknya, kubantu dia membersihkan tempiknya dari lelehan spermaku dengan tissue.

Narsih segera merapikan pakaiannya, tetapi toh tampilan wajahnya tidak sempurna betul karena ada bekas jilatan lidahku. Kemudian kami keluar dari kamar. Tapi, astaga … begitu aku mengantarkan Narsih ke luar dari pintu belakang, kami ketemu salah satu staf priaku Joko. “Oh, mbak Narsih … “, katanya, sedikit curiga karena melihat Narsih ada di rumahku sepagi itu dengan rias wajah yang tak sempurna, apalagi melihatku di rumah hanya pakai kaos dan sarung yang tak terpakai rapi. Sambil gelagapan, Narsih menjawab, “Oh .. eh, dik Joko … eh … saya mengantar sarapannya pak dokter. Biasa tiap pagi dik … Perintah ibu boss … hihihi ..”, sambil ketawa kecut. Narsih bergegas meninggalkan rumahku. Ternyata Joko kebetulan pagi itu ke rumah guna minta bantuanku mengobati ayahnya yang sakit cukup parah di rumahnya. Untungnya, Joko nggak datang ketika aku masih asyik bergelut dengan Narsih di dalam kamar. Juga, cukup beruntung bahwa yang curiga adalah Joko, sebab seorang lelaki biasanya tidak mudah mengobral rumor seperti halnya perempuan (maaf ya buat kaum perempuan … ).

Sejak itu aku lebih berhati-hati ketika bergelut dengan Narsih di rumah. Aku lebih sering menggunakan kamar periksa dan menyetubuhinya di atas bed periksa yang walau sempit dan tinggi, tetapi sedikit lebih aman.

Yang terang, aku nggak pernah menghentikan kebiasaanku bercinta di pagi hari, kecuali kalau ada halangan yang berarti, misalnya sedang menstruasi, atau keadaan tak memungkinkan karena misalnya suaminya ada di rumah. Itu menjadi tugas rutinku, selain karena aku menginginkannya, itu juga kebutuhan Narsih sendiri. Pokoknya kami berdua sudah bak suami-istri dalam persoalan seks. Menurut pengakuan Narsih, dia pusing kalau tak sempat bersetubuh denganku, sekali pun malam harinya dia sudah disetubuhi suaminya habis-habisan.

Di kemudian hari, yang membuat kebiasaan rutin kami bersetubuh di rumah bisa berlangsung dengan lebih mulus, adalah karena bantuan pembantu Narsih. Pembantu Narsih bernama mbok Nah, seorang janda yang sudah agak tua, antara 55-60 tahun. Begitu dekatnya Narsih dengan mbok Nah (dia sudah ikut sejak Narsih masih gadis, ketika baru tinggal di rumah dinasnya), sehingga hampir tidak ada rahasia Narsih yang tidak diceritakannya ke mbok Nah, termasuk perselingkuhannya denganku. Mbok Nah senang dan menyetujui perselingkuhan itu, dan dia sangat membantu kami untuk melampiaskan hasrat seksual di hampir setiap pagi itu, dengan cara menunggui kami yang sedang bersetubuh di luar kamar dan sekaligus mengawasi dan menyamarkan kami kalau-kalau ada orang datang ke rumah. Sulit dipercaya, tapi nyatanya begitu.

Cuma, memang, persetubuhan di rumah tak pernah memuaskanku 100 persen, sebab situasinya tak bebas, sehingga kami tetap mencari peluang untuk bercinta di tempat lain yang jauh lebih aman.

Anehnya lagi, Narsih tak kunjung hamil, padahal sudah milyaran spermatozoaku yang normal menyerbu rahim dan ovariumnya. Tak adakah spermatozoa yang mampu menembus ovumnya? Padahal, aku dan Narsih sangat menginginkan seorang anak, buah cinta kami. Pernah Narsih kuminta memeriksakan diri ke seorang dokter obgyn, dan dia dinyatakan normal.

Ada beberapa kali pengalaman menarik yang berhubungan dengan ’seks radio’. Aku dan Narsih masing-masing memiliki radio komunikasi handy-talky (HT).

Di suatu siang, setelah makan dan sholat, sambil bersarung tanpa baju, aku berbaring di tempat tidurku. Aku melamun. Tiba-tiba muncul ide di benakku untuk bermain seks jarak-jauh dengan Narsih (jadi, sejak dulu aku sudah memelopori semacam ‘cybersex’ itu jauh sebelum aktifitas ini populer). Kuhidupkan HT-ku, aku menuju frekuensi tempatku biasa mojok dengan Narsih (pada frekuensi yang sangat rendah), tanpa antena terpasang. Kupanggil-panggil Narsih. Setelah beberapa lama, Narsih merespons panggilanku. Aku tanya dia, apakah suaminya sudah datang. Ternyata belum. Lalu kuminta Narsih membawa HT-nya ke kamarnya dan menguncinya dari dalam.

“Narsih, mau nggak kamu membuka pakaian sekarang sampai telanjang?, mintaku. “He, apa-apaan pa? Sinting kamu pa.”, sahutnya.

“Sudahlah, mau apa enggak? Kalau mau, ayo, buka saja semua pakaianmu, dan tiduran di ranjang, sambil terus memonitorku. Aku di sini sudah telanjang lho.”, kataku sambil melepas sarungku sampai aku telanjang bulat sendirian di tempat tidur. “Iya deh, aku buka baju ya.”, sahutnya lagi di seberang sana.

“Sudah pa, aku sudah telanjang bulat-lat … Malu, ah, pa”, katanya genit, “Terus ngapain?”.

“Nah, kalau sudah, raba dan remas susumu dengan tangan satumu seolah-olah yang meremas itu adalah tanganku. Pokoknya anggap aku ada di sampingmu sekarang ini, dan anggaplah aku lagi menggumuli kamu. Aku juga anggap kamu ada di bawahku kutindih dan kugeluti. Ayo, Narsih. Hhh ssssshh hhhhehhhhh ….”, aku mulai mendesis sambil tanganku yang satu mengelus kontolku sendiri.

“Yaaah paaaah, aku sudah meremas susuku paaaah. Ssssshhh ….”, desah Narsih.

“Terus Siiih, kalau mendesah, mendesahlah yang keras. Aaaah Siiiih, mulai eenaaak Siiih … “. “Aku juga paaaah, aaakuuu eeenaaaak paaaah … , sssshh. Aaakuuu masukkan ke lubang Narsih yaaaaang … Eeenaaak ….”, mulai terdengar rintih Narsi. Walau tanpa melihat, aku yakin Narsih mulai menggosokkan jarinya sendiri ke tempiknya, sebab dulu sebelum ketemu aku, dia mengaku sering bermasturbasi. Membayangkan hal itu dan membayangkan bagaimana tubuh bugil Narsih yang indah menggeliat, aku makin terangsang, “Hhhhhh sssshhhh ssss Siiiih, aaakuuu terangsang Siiih … teeeeruuuusss Siiih ….”. “Iii iiiyaaaa paaaah .. aakuu teeerusss … Kaamuu juugaaaa teeerusss paaaah … aaaacchhhh ….”, sahutnya di sana.

“Teeeruuus Siiiih …. Kontolku terasa eeenaaak Siiiih ….”. “Aaaaah paaapaaa, aakuuu pingiin kontolmu paaaah … maasukkan paaaah ….. aakuuu suudaaah basaah paaaah … sssshhhhh … paaaah … “, Narsih terus mengerang.

Birahiku makin terangkat ke atas ubun-ubun, “Siiiih … akuu tambah eenaaak Siiiih …. Kumasukkan dalam-dalam ke lubangmu ya Siiiiih ….”. “Iiyaaa paaaah …. Aaakuu .. akuu suuudaaah nggaaak taaahaaan paaaah … masukkan paaaah ….”. Aku membayangkan kontolku mengocok liang vagina Narsih, “Siiih, kukocok teruus ya Siiiih …. Kaamuuu eeenaaak Siiih … “. “Paaah … kaaamuuu juuugaaa eenaaak paaaah …. Aaaargggghhhh paaaaah … koooocoook paaaah …. Aaakuuu maaauuu saaampaaaai paaaah … kooocoooooooook laagiiiiiii ….. oooochhhh … “, kudengar teriak Narsih di telingaku.

Mendengar desahan dan rintihan yang merangsang seperti itu, aku sudah merasa nggak tahan, aliran nikmat di ujung kontolku mulai terasa memuncak, “Aaaaah Siiiih … aaakuuuu hampiiiir …. Siiih … “. Di seberang sana Narsih merintih juga, “Aaaakuuu juugaaa paaaah … aayoooo sama-samaa paaah … oooochhh … saaayaaang … “.

“Aaaduuuh Siiiih … aakuuu keeeluuuaaaar Siiiiih …. Hhhhhh ssssshhh hhhh ….”, tiba-tiba air maniku memuncrat-muncrat ke atas, membasahi tanganku, perutku, dan sebagian ada yang memuncrat jauh ke seprei kasur. “Ooooiiiiiccch yaaaaang … Narsih juuugaaaa paaaah … paaaaah eeenaaak ….. akuuu saaampaaaiiii … hhhhh ooooiiiccch ….”. Dan, suara Narsih menghilang, rupanya HT-nya terlepas dari tangannya. Tanganku terus mengocok dan memijat-mijat kontolku yang masih berdenyut dan mengeluarkan sisa-sisa spermaku. Aku puas.

Tiba-tiba, suara Narsih memanggil di HT-ku, “Pa, terima kasih, aku puas sampai lemes pa. Ini pengalaman pertama bagiku. Kamu juga puas pa?”

“Ya, Sih. Aku sangat puas. Kamu pintar merangsangku di HT ini Sih. Tapi kamu pura-pura mainnya atau betulan Sih?”, selidikku, sambil masih terengah-engah. “Ah, papa koq nggak percaya sih, aku sampai lemes. Tanganku basah semua ini lho. Kalau nggak percaya papa ke sini. Kalau perlu kita lanjutkan mainnya di tempat tidurku. Ayo ke sini.”, godanya centil.

“Kalau begitu, terima kasih ya Sih, kapan-kapan kita coba lagi. Selamat tidur siang ya sayang … “.

Aku tertidur kecapean, masih telanjang bulat sendirian di ranjang.

Selama hampir lima tahun aku dinas di puskesmas itu, tak terbilang lagi, sudah ratusan adegan cinta super panas antara aku dan Narsih. Aku tak pernah bosan padanya. Narsih selalu bisa menyediakan ‘menu baru’ dalam bermain seks. Aku juga banyak mengkreasi berbagai posisi dalam bersetubuh. Kami adalah tim yang kompak dan inovatif dalam bercinta. Aku selalu kangen dia.

Hubungan intim yang panas antar aku dan Narsih kekasihku yang kusayangi ini justru berhasil meningkatkan kualitas hubunganku dengan istri. Dalam seminggu aku dua kali pulang ke S berkumpul dengan keluargaku. Kehidupan dalam keluargaku makin harmonis. Aneh? Aku berhasil menambah seorang bayi cantik yang lahir dari rahim istriku.

Sebaliknya Narsih tidak kunjung hamil.

Suatu hari, menjelang masa dinasku habis di puskesmas itu, aku punya janji dengan Narsih, tanpa sepengetahuan suaminya, untuk mengantarkan salah seorang adik perempuannya, Ningsih, yang akan mengikuti ujian masuk universitas di M. Sabtu sore Narsih dengan adiknya kujemput di rumah teman adiknya, dan kami bertiga langsung meluncur ke M. Sampai di M sudah malam, kami mencari hotel dan memesan satu kamar ber-AC dengan sebuah tempat tidur besar untuk kami gunakan bertiga.

Setelah makan, kami tidur. Besok kami harus berangkat mengantar Ningsih melihat tempat ujian.

Posisi tidur: aku di sisi luar, Narsih di tengah, dan adiknya di sisi dalam dekat dinding.

Dini hari aku terbangun, kulihat Narsih dan Ningsih sudah pulas membelakangiku.

Merasakan tubuh Narsih bersinggungan dengan tubuhku, birahiku timbul. Tanganku kananku rupanya tadi secara sengaja ditaruh Narsih di bawah lehernya dan jari-jariku digenggamnya. Jari-jari tangan itu kulepas dari genggamannya pelan-pelan, lalu kurabakan ke permukaan dada Narsih yang tanpa BH. Lehernya mulai kuciumi. Pelan-pelan bagian belakang baju tidurnya kusingkap ke atas sampai kelihatan pantatnya. Astaga, ternyata Narsih juga tak memakai celana dalamnya. Rupanya aku dan dia sudah sehati, sehingga tahu apa keinginan masing-masing, sehingga selalu siap bertempur setiap ada peluang.

Celana pendekku kupelorot, dan kukeluarkan kontolku yang sudah menegang (aku sengaja tak bercelana dalam), kutempelkan pada belahan pantat Narsih. Mungkin karena kena gesekan benda hangat di pantatnya, Narsih mulai menggeliat terbangun. “Hayo, papa mulai nakal.”, katanya, masih terkantuk. “Biarin, aku kepingin banget koq.”, timpalku, sambil mulai meremas susunya dari luar baju tidurnya. Narsih jadi betul-betul terbangun. “Ssssstt, hati-hati lho … jangan sampai Ningsih terbangun. Kalau ketahuan ‘kan malu.”, katanya. “Biarin ketahuan, toh adikmu sudah tahu kalau kita pacaran.”, godaku, sementara jari tangan kiriku sudah menjelajah ke bibir vagina Narsih lewat sela-sela pantatnya. “Aaaah paaah … naaakaaal sekali kamuu paaah ….”, Narsih mulai merintih pelan. Sambil terus mengorek liang vaginanya, aku melumat bibir Narsih dari samping. Tangan kiri Narsih memijat-mijat dan mengelus kontolku dengan halus, dengan tetap tubuhnya masih membelakangiku untuk mengawasi adiknya.

Jari-jariku yang ada di dada, langsung menyelusup ke dalam susunya melalui leher baju tidur Narsih yang rendah. Putingnya kupilin-pilin dan kuputar-putar dengan lembut. Sementara jari-jari tangan satunya mengubek-ubek liang tempiknya yang sudah licin basah, sambil sekali-kali satu jari mengelus lubang anusnya. Narsih mulai menggeliat dan mendesis sangat lirih, “Oooooch yaaaang … kaaamuuuu naaaakaaaaaal … paaaah … mmmmppphhhh hhhhh”. Dia mencoba menahan desahannya, takut Ningsih terbangun. Kelihatan Narsih agak kesukaran menahan diri, sebab kalau sedang dirangsang atau disetubuhi dia biasa berteriak cukup keras. Kasihan melihatnya. Tapi bagaimana lagi, masa’ kami bercumbu dilihat adiknya sendiri. Nggak lucu dong.

Agar tidak kelamaan menahan birahi seperti itu, kontolku yang sudah ngaceng lama itu, kuselipkan ke bibir vaginanya dari belakang, dan tangan kiriku berpindah ke depan, mencari kelentitnya yang agak mengeras dan menggeseknya agar dia cepat orgasme. Tanganku bergerak di bawah baju tidur yang bagian depannya tetap menutupi kemaluan Narsih, agar bila sewaktu-waktu Ningsih terbangun tidak terlihat kemaluan kakaknya sedang dimasuki sebuah kontol. Kaki kiri Narsih agak diangkat dan diletakkannya di atas sisi luar paha kiriku, sehingga selangkangannya merenggang, untuk memudahkan pergerakan kontolku di dalam vaginanya. Kontolku kumaju-mundurkan dengan perlahan-lahan. Nikmat sekali rasanya. Narsih makin mendesah lirih, “Mmmmmfffhhh … hhhhhehhhh … shhhh …. Ayoooo paaaah … “. Pinggulnya pun mulai digoyangnya pelan. Asyik betul.

Inilah pengalaman pertamaku bersetubuh dalam situasi ‘berbahaya’ yang sewaktu-waktu bisa disaksikan orang ketiga. Tetapi nafsu yang sudah memuncak seperti ini tidak banyak punya pertimbangan lain.

Terus secara teratur kontol kukocok, maju-mundur, ke kanan-kiri, dan kuputar-putar. Aku mulai merasakan denyutan otot vagina Narsih yang masih cukup ketat. Vagina yang belum pernah dilewati kepala bayi. Vagina yang masih senikmat vagina perawan. Vagina yang membuatku selalu ketagihan selama hampir lima tahun.

“Aaaarrgghhhh paaaah … mmmmffffhhh … hhhhh … yaaaaaang … “, Narsih terus merintih. Dia mulai tak bisa mengendalikan diri. Erangannya mulai mengeras. Tapi kulirik, Ningsih tak terbangun. Atau pura-pura tidur? Mungkin saja. Ah, peduli amat. Biarin kalau Ningsih tahu. Nafsu yang sudah di ubun-ubun, ternyata sudah tak mengenal malu lagi.

Aku menahan diriku untuk tak mendesah. Narsih lah yang justru nggak bisa tahan.

Permainan ini kukendalikan sepenuhnya. Kontolku masih bergerak teratur dan pelan. Jariku terus mengorek bagian depan bibir vagina dan kelentit bergantian, sedang dada Narsih terus kuremas dan kugosok. Telinga belakangnya kujilati dengan lidahku. Posisi terus kupertahankan seperti itu, sebab tak mungkin menerapkan posisi lain.

Narsih merintih agak keras, “Paaaaah … akuuuu suuuuudaaaah nggaaaak taaahaaaan … mmmfhhh ssssh sshhhhh hhh …. Papaaah … “. Goyangan pinggulnya makin tak beraturan. Narsih menggeliat, dengan tangan kirinya mencengkeram paha kiriku kuat-kuat.

Agar tak terlalu ribut. Ibu jari kiri ku kumasukkan ke mulut Narsih. Seperti bayi, jempolku dikulumnya kuat-kuat, sambil mendesah terus, “Mmmmmfffhh … mmmmfhhh … aaaacchhhh iiiichhhh … “.

Kontolku terus kukocok. Belum juga orgasme.

Narsih makin liar. Kepalanya bergoyang-goyang seperti orang kesakitan. Tangan kanannya menarik seprei, sehingga tubuh Ningsih di sampingnya agak bergoyang sedikit terseret. Gelinjang Narsih makin menghebat. Narsih betul-betul liar, rupanya dia tak terlalu peduli lagi ada adiknya di sampingnya. “Aaaaachhhh paaaah … mmmmmmfffh …. Hhhh ….”.

Melihat Narsih makin liar seperti itu, aku makin terangsang. Gerakan kontolku kupercepat, dan kuputar dan sekali-sekali kubenamkan dalam-dalam ke dasar vaginanya. Aku mulai mendesis, “Hhhhhhh … hhhhh … ssshhhhh … “.

Mendadak, Narsih setengah berteriak melepaskan ibu jariku dari mulutnya, “Paaaah … aaakuuuu ….. suuuudaaaaaah ….. suuuudaaaaah …. Hhhhhhh sssshhhh … paaaaah ….”. Cepat-cepat mulutnya kubungkam dengan bibirku agar teriakannya tak berlanjut. Paha kiriku dicakarnya kuat, dan, astaga … seprei tempat tidur dicengkeramnya kuat sehingga tubuh adiknya tertarik sampai punggungnya bersentuhan dengan tanganku yang sudah kembali meremas susu Narsih. Pikirku, mustahil Ningsih tak terbangun.

Merasakan denyutan kuat tempik Narsih pada saat orgasme itu, aku hampir bersamaan mencapai saat yang paling nikmat itu. Air maniku menyemprot kuat di dalam vagina Narsih. Pantatnya kutarik kuat ke belakang sehingga kontolku bisa betul-betul terbenam di dalamnya. Aku pun sudah tak peduli kalau Ningsih ternyata tahu apa yang kami lakukan. Aku ikut melenguh, “Aku keluuaaaar Siiiih … aaah eenaaaak … hhhhh … “. Narsih terengah-engah, masih dipelukanku. Seperti biasanya setiap mengakhiri persetubuhan, kukulum bibir Narsih dengan rasa sayang. Jari-jari tangan kanannya kugenggam mesra dengan jari-jari tangan kiriku.

Sejenak beristirahat, kukenakan lagi celana pendekku. Kemudian kuambil tissue di meja, dan kubersihkan vagina Narsih dari lelehan spermaku. Narsih mencubit tanganku dengan tersenyum sambil bergumam lirih , “Kamu bener-bener nakal pa. Sinting … “. Aku tertawa kecil mendengarnya.

Aku tidur kembali.

Paginya kami antar Ningsih ke kampus sebuah universitas di M untuk melihat tempat ujian masuk. Ningsih kelihatan biasa saja, dan dia bisa ngobrol tanpa kikuk baik denganku mau pun kakaknya. Aku merasa lega. Rupanya Ningsih tak tahu apa yang kulakukan bersama kakaknya tadi malam.

Setelah dari kampus, kami antar Narsih ke tempat kos adik perempuan lainnya, Narti, yang kuliah di M ini juga. (Hebat Narsih, karena dia lah yang membiayai adik-adiknya belajar di perguruan tinggi)

Ningsih ditinggal di sana, agar bisa belajar dan besok akan diantar Narti ke tempat ujian.

Siang itu, saya dan Narsih bebas dari ‘gangguan’ adiknya, sehingga nanti bisa melanjutkan permainan cinta yang tak pernah membosankan itu. Hari Minggu ini kami merencanakan menginap lagi, dan besok Senin subuh kembali ke puskesmas untuk bekerja. Kemarin aku sudah menelpon istriku kalau akhir minggu ini aku nggak bisa pulang ke S dengan alasan ada suatu acara para dokter di hari Minggu, dan aku janji untuk pulang ke S hari Senin sore besok.

Siang itu kuajak Narsih jalan-jalan mengelilingi kota M, kemudian kembali ke hotel.

Sesampai di kamar hotel, Narsih tampak seperti kebingungan, dan berkali-kali kaya’ salah tingkah. Aku jadi heran.

“Mengapa Sih, kamu koq aneh, seperti bingung?”, tanyaku. “Ah, enggak. Aku cuma ngantuk pa.”, jawabnya. Lalu dia ke kamar mandi, cukup lama, tapi kubiarkan saja. Dari kamar mandi, dia kemudian berbaring. Agak aneh, bahwa dia nggak mencium aku seperti biasanya kalau mau tidur. Tapi aku nggak terlalu memikirkannya. Kubiarkan dia tidur sampai sore. Aku menonton televisi, sampai tertidur juga.

Sekitar pukul 4 sore aku bangun, kulihat Narsih juga sudah bangun tetapi masih berbaring. Dia kuganggu, dengan kujawil teteknya. “Jangan pa … geli … “, sambil memegang tanganku agar tidak melanjutkan pekerjaannya. “Lho kenapa Sih, marah ya?”, tanyaku.

“Jangan kecewa ya pa. Menstruasiku datang siang tadi. Coba pa pegang selangkanganku, aku sedang pakai soft-tex Bagaimana pa, apa kita pulang saja? Soalnya ‘kan percuma di sini nggak bisa main.”, katanya.

“Oooo, gitu toh … Begitu saja koq nggak terus terang dari tadi sih? Ya nggak apa-apa toh, perempuan itu selalu menstruasi setiap bulan, itu ‘kan wajar. Mengapa mesti pulang sekarang, apa tujuan kita ke sini cuma mau main?”, jawabku tenang, padahal dalam hatiku ya agak kecewa karena sisa waktu ini nggak bisa kugunakan untuk bercumbu seperti tadi malam.

“Nggak apa-apa ya pa. Aku memang nggak pingin pulang sekarang, aku masih ingin semalaman bersama papa. Sebetulnya, meski pun aku sedang menstruasi, aku tetap pingin main koq pa. Sungguh, aku masih kepingin. Tapi menurut kesehatan ‘kan dianjurkan nggak usah melakukannya. Juga katanya menurut agama nggak boleh.”, ujar Narsih lagi. “Memang bener. Dusahakan menghindari main pada saat haid, kecuali kalau yakin penis dan vagina kita betul-betul bersih. Tapi kalau soal agama, kita ini sudah melanggar ajaran agama sejak lama Sih.”, kataku sambil tersenyum kecut.

Sore itu Narsih kuajak nonton bioskop dan makan di restoran di dekat alun-alun. Sejak di dalam gedung bioskop kami bermesraan terus.

Sepulang dari jalan-jalan kami kembali ke kamar hotel. Kulihat waktu sudah pukul 9 malam.

Sebelum tidur, bibir Narsih kukecup sayang, sambil mengucapkan selamat tidur. Tapi, tak dinyana, Narsih memeluk leherku dan lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku dan dengan ganas lidahku dipilin-pilinnya. Tentu saja aku terangsang dengan perlakuannya, kulakukan ciuman dalam. Akibatnya Narsih mulai mendesah, “Ooooch sayaaaang …. Aku dirangsang ya yaaang ….”. Ajakan itu tak kusia-siakan. Tanganku mulai meraba teteknya, baju tidurnya kupelorot ke bawah melalui bahunya dan kedua tangannya, sehingga telanjanglah bagian dadanya. Puting susunya kusergap dengan ganas. Seluruh areola buah dadanya kuempot dan kujilat. Lekukan di antara kedua tetek, kugigit-gigit ringan. Narsih merintih cukup keras, “Aaaaach paaaah …. Aku suudaaaah terangsang paaaah …. “. Dia dengan sigap melepas kaosku. Lalu dijilatinya kedua dadaku. Satu tangannya mencari kontolku di bawah yang masih tertutup celana pendek berikat-tali. Talinya dilepas, dan tangannya menerobos ke balik celana, dirabanya kontolku, dan dipijatnya dengan lembut. Dielusnya kontolku memanjang dari buah pelir menuju glans di ujung kontol. Rabaannya bukan main nikmat, “Aaah … eenaaak Siiih ….”. Celanaku kulepas saja, agar Narsih bisa lebih bebas memanipulir kontolku, dengan harapan aku bisa orgasme melalui manipulasi tangan atau mulutnya, karena kupikir aku nggak bakal orgasme melalui persetubuhan, sebab dia dalam keadaan menstruasi. Agar aku lebih terangsang, baju tidur Narsih kupelorot dan kulepas sama sekali melalui kakinya. Tinggallah celana dalam yang masih dipakainya dengan di dalamnya terdapat pembalut wanita yang menutupi vaginanya. Keadaan itu tak mengurangi keseksiannya. Menurut pengamatanku dari waktu ke waktu tubuh Narsih makin indah saja. Teteknya makin kencang dan agak membesar, mungkin karena Narsih lebih gemuk dari sebelumnya sehingga lebih tubuhnya makin berisi. Betul-betul tubuh idaman lelaki. Kakinya yang indah masih ditumbuhi bulu-bulu agak lebat yang tak pernah dicukurnya, sehingga menambah birahi. Apalagi melihat ketiaknya yang sedikit berbulu hitam halus, ah, sungguh merangsang darah lelakiku. Perlahan mulutku menyusur ke bawah menuju pusarnya, dan kujilati lubang dangkal pusar itu. Narsih mendesah, “Oooocchhh yaaaang … geeliiiii …. Oooooch … “. Mukaku terus turun ke bawah, kulewati saja selangkangannya yang tertutup pembalut dan kujilati sisi dalam pahanya. Kontolku kugesek-gesekkan ke kedua tetek Narsih. Enak rasanya. Dibantu tangan Narsih, sambil dielus-elus, ujung kontolku digosok-gosokkannya ke pentil susunya. Aku merasa nikmat, aku ingin orgasme dengan cara begitu. “Teeruuus Siiih … gosok teruus seperti itu ya yaaang … “, pintaku. Sementara jilatan dan kenyotan ringanku pada paha mendekati lipatan selangkangannya juga makin menghebat. Akibat perlakuanku itu, Narsih menjerit, “Paaah …. Aaakuuu nggaaaak kuuaaat ….”. Tak tahan karena manipulasiku lidahku di sekitar selangkangannya, Narsih akhirnya minta, “Paaah, aku ditindih sajaaa paaaah … aaayooo paaaah …. Cepeeet … “. Kuturuti permintaannya, Narsih kutindih, dan selangkangannya kurenggangkan agar kontolku bisa berada di lipatan paha atas itu. Kucium Narsih dengan penuh nafsu. Narsih menggeliat, dengan menggesek-gesekkan selangkangannya yang berpembalut itu ke kontolku, “Aaakuuu nggaaaak taaahaaan yaaaang … “.

Birahiku sudah tak terkontrol lagi, kontolku kucoba kumasukkan melalui sela-sela celana dalam Narsih, agar bisa menyentuh bibir vaginanya. Agak sulit masuk ke sana. Narsih rupanya juga ingin aku bertindak lebih dari itu, tiba-tiba tangannya masuk ke celana dalamnya dan disingkirkannya pembalut wanita penutup vaginanya yang berfungsi mencegah mengalirnya darah menstruasi keluar.

“Ayoo paaaah, masuukkan saajaaa paaaah … “. Begitu penghalang itu tak ada. Celana dalam Narsih kusibak dari sisi kanan tanpa kulepas, dan kucoba masukkan kontolku ke vagina Narsih. Pelan tapi pasti dengan bantuan dorongan pinggulku, kontolku masuk ke vaginanya. Terasa agak becek memang, tetapi tetap enak. “Nggaak apa-apa Siiiih ….? Aku sudah masuk … “. “Teruuus saja paaaah … nggak apa-apa …. Oooooochhhh ….”, jawabnya sambil mengerang.

Mendengar jawaban itu, kukayuh kontolku dalam-dalam. Becek-becek enak. Narsih makin meregang dan menggeliat, “Teeeruuuus paaah …. Gooooyaaaang …. Aaaarrrghhhhh ….. ooooch … “. Lidahku menjilati bagian leher samping Narsih, sehingga makin menggeliatlah dia tanpa beraturan. “Aaaayooo paaaah …. Teeeeruuus … sssshhhh …. Oooochhh … aakuuu cintaaa paaaapaah Waaawaaaan … ooooocchhh ….”.

Cukup sensasional juga rasa vagina yang becek seperti ini. Denyutan otot dalam vagina Narsih mulai terasa. Ujung kontolku seperti dipijat nikmat. “Eeeenaaaak saaaayaang … aaakuu saaaayaaaang kamuu Siiiih ….. kaaamuuu eeenaaak … “, lenguhku, sambil makin keras mengocok dan memutar kontolku di dalam tempiknya. Kedua jari tangannya yang berada di kasur kugenggam sayang.

Makin menghebatlah gerakan Narsih, dadanya menggeliat membusung, pantatnya diangkat-angkatnya sehingga ujung kontolku makin terasa ditekan-tekan enak. Satu tangannya melapas genggamanku dan ganti meremas seprei kasur, matanya terpejam dengan mulut yang merekah komat-kamit sekali-sekali merintih. Sungguh pemandangan yang menggairahkan darah lelaki mana pun.

Akhirnya waktunya tiba, hampir bersamaan kami berdua meregang dan menggelinjang, dibarengi semprotan maniku berkali-kali ke dalam vagina Narsih yang basah oleh darah menstruasi, “Aaah Siiiih … aakuuu keeluuuuaar … “. “Oooooooch iiiiiichhhhh …. Paaaaaaaah ….. aaaarggghhhhh ….”, teriak Narsih sembari tangan satunya mencakar punggungku kuat-kuat, dan kemudian lemas terengah-engah.

Oh, enaknya, terasa sekali denyutan ritmis otot tempik Narsih yang memijat-mijat kontolku.

Kuciumi Narsih, dari buah dadanya yang basah oleh peluh kami berdua, sampai leher dan seluruh wajahnya.

Seprei tempat tidur basah oleh darah menstruasi bercampur dengan air maniku yang meleleh keluar. Juga celana dalamnya.

Ah, aku sayang kamu Narsih …

Itulah beberapa adegan persetubuhan liar yang mengesankan antara aku dan Narsih yang penuh kasih sayang. Ratusan adegan lain yang pernah kami lakukan tentu tak mungkin cukup diceritakan di sini.

Sekarang aku sudah tak lagi pernah bertemu dengan Narsih. Aku dengar akhirnya dia cerai dari Bakdi suaminya, dan tetap tidak punya anak. Ada kabar dari seorang teman, bahwa Narsih telah menikah lagi dengan seorang duda yang beranak tiga. Katanya, Narsih hidup cukup berbahagia dengan suaminya yang sekarang. Tempat dinasnya pun sudah pindah dari puskesmas itu.

Sampai saat ini aku masih mengenangnya. Aku tetap merasa bahwa cinta Narsih tulus padaku. Sebaliknya juga, rasa sayangku tulus padanya. Sayang, kami tak mungkin bersatu. Di samping Narsih, aku tetap mencintai istri dan anak-anakku dengan sepenuh hati.



Lonte ataupun Cewek Jablay Seperti aku juga Pake Whatsapp. Gmn dengan kalian? Gabung disini bersamaku http://goo.gl/8QpGp <=Klik untuk melihat